Amman (ANTARA News/AFP) - Aktivis yang dibebaskan ke Jordania Rabu pagi setelah digiring dari armada bantuan kemanusiaan Gaza menuduh pasukan Israel yang melakukan penyergapan membunuh para penumpang dengan darah dingin.

"Apa yang terjadi tidak dapat dipercaya. Cara prajurit kriminal Israel memukuli kami dan membunuh aktivis Turki dengan darah dingin seperti yang terjadi di sebuah film berdarah. Tentara itu menahan mereka," kata anggota parlemen Maroko Abdelqader Amara (47) kepada AFP di sebuah hotel di Amman.

"Israel menggunakan peluru tajam dan menunjukkan kepada kami seluruh sikap biadab dan kekejaman di dunia sekalipun kami tidak bersenjata. Prajurit Israel memukuli beberapa dari mereka dengan gagang senjata mereka sebelum menembak mati mereka."

Israel telah menyalahkan para aktivis di sebuah kapal Turki, Mavi Marmara, dalam konfrontasi Senin di perairan internasional, dan mengatakan bahwa pasukan mereka diserang ketika mereka naik ke kapal. Israel juga mengatakan bahwa sembilan penumpang yang tewas karena melawan.

Negara Yahudi itu Rabu pagi mendeportasi 126 orang yang ditahannya setelah penyergapan Senin ke Yordania. Diantara 126 orang itu terdapat 30 warga Yordania, dan sisanya berasal dari Bahrain, kuwait, Maroko, Suriah, Aljeria, Oman, Yaman, Mauritania, Indonesia, Pakistan, Malaysia, dan Azerbaijan.

Warga negara Turki mendominasi 600an penumpang di kapal itu, dan empat diantaranya tewas dalam serangan tersebut, kata para diplomat di Ankara. Hal itu mengakibatkan hubungan Israel dengan Turki mencapai titik rendah baru.

Amara mengatakan bahwa percobaan yang dilakukan "Armada Perdamaian" untuk menembus blokade Israel di Jalur Gaza telah menjadi sorotan "kejahatan" negara yahudi itu.

"Apa yang kami lakukan telah menunjukkan keberadaan zionis ke dunia karena kejahatannya terjadi di perairan internasional. Mereka tidak memperingatkan kami sebelum menyerbu ke dalam kapal. Itu adalah mimpi buruk," kata Amara.

Dia menambahkan bahwa dia dan tujuh orang warga negara Maroko yang lain dipulangkan ke negaranya Rabu.

"Kami dipukuli, dipermalukan, dihina dan ditelanjangi dari pakaian kami. Seorang anggota parlemen Algeria hampir kehilangan matanya seetlah prajurit Israel memukulinya," kata penumpang yang lain, Salha Nuweisreyh (51), dari Algeria.

Najwa Sultan (48) juga berasal dari Algeria mengatakan Israel "memperlakukan para aktivis seakan-akan mereka teroris".

"Kami kekurangan kebutuhan dasar. Mereka memborgol kami setelah penyergapan dan membiarkan kami menunggu dibawah matahari selama berjam-jam. Itu sangat tidak manusiawi," tambah Sultan.

"Saya kira kami telah mencapai tujuan kami dan menembus blokade sekalipun apapun yang terjadi. Israel telah gila dan itu tidak akan berlanjut (keberadaannya) selamanya."

Sekitar 28 warga negara Aljazair dijadwalkan pulang pada Kamis. Raja Yordania Abdullah II, Senin, memerintahkan pemerintahnya untuk memfasilitasi pemindahan ke kerajaan itu mereka yang terluka dalam serangan itu dan "menyediakan perawatan yang diperlukan sebelum mengirimkan mereka pulang ke negara masing-masing."

Yordania menandatangani kesepakatan damai dengan Israel pada 1994.

Operasi Israel telah memicu kemarahan global, yang beberapa negara menyeru penyelidikan internasional, dan pada Rabu, Nikaragua menjadi negara pertama yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel atas insiden tersebut.(*)

(Uu.G003/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010