Teheran (ANTARA News/AFP) - Sanksi-sanksi baru internasional terhadap Iran terkait dengan program nuklirnya tidak akan menghentikan upaya negara itu memperoleh energi atom untuk kepentingan damai, kata ketua parlemen Ali Larijani, Rabu.

"Jika mereka mengeluarkan seratus resolusi lain, maka itu tidak akan menghentikan kegiatan nuklir damai kami," kata Larijani kepada sekelompok tamu asing, seperti dilaporkan situs berita televisi pemerintah.

Larijani, seorang tokoh konservatif dan mantan perunding utama nuklir Iran, mengatakan, sanksi baru juga bisa membuat Teheran meninjau lagi hubungannya dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

"Jika anda mengeluarkan sebuah resolusi terhadap kami, sikap kami terhadap badan (pengawas atom PBB) itu akan berubah. Jika anda berusaha menipu, maka kami di parlemen akan mengubah ketentuan-ketentuan kami dengan badan itu," kata Larijani, tanpa penjelasan lebih lanjut.

Bulan lalu PBB mengajukan sebuah rancangan resolusi Dewan Keamanan yang akan menerapkan sanksi-sanksi baru yang ketat terhadap Iran.

Rancangan resolusi itu dikabarkan akan meningkatkan embargo senjata dan langkah-langkah terhadap sektor perbankan Iran dan melarang Teheran melakukan kegiatan-kegiatan luar negeri sensitif seperti penambangan uranium dan pengembangan rudal balistik.

Iran sudah dikenai tiga paket sanksi PBB karena penolakannya untuk menghentikan pengayaan uranium, salah satu dari sejumlah langkah penting untuk membuat energi nuklir bagi kepentingan-kepentingan sipil ataupun militer.

Ketegangan menyangkut program nuklir Iran memuncak setelah mereka menolak perjanjian nuklir yang ditengahi badan atom PBB itu dan juga mengumumkan rencana untuk membangun pabrik pengayaan uranium baru.

AS, Israel dan sejumlah negara Barat menuduh Iran menggunakan program nuklirnya sebagai selubung untuk membuat senjata atom, namun Teheran bersikeras bahwa program nuklirnya hanya untuk kepentingan sipil damai.

Selain program nuklir, negara-negara Barat juga menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan pasca pemilihan presiden tahun lalu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.

Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan umum Juni 2009 yang disengketakan itu.

Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden itu, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.

Dua calon presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.

Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.

Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.

Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember, menurut data resmi. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010