London (ANTARA News/AFP) - Seorang marinir Inggris tewas Rabu dalam ledakan di Afghanistan selatan, demikian diumumkan kementerian pertahanan di London.

Pasukan dari Komando 40 Marinir Kerajaan sedang melakukan patroli di distrik Sangin di provinsi Helmand yang dilanda kekerasan dengan tujuan menjamin keamanan penduduk setempat ketika ledakan itu terjadi, kata kementerian itu.

Prajurit itu menjadi anggota ketiga Komando 40 Marinir Kerajaan yang tewas dalam waktu delapan hari, semuanya akibat ledakan di Sangin.

"Ia sedang melakukan patroli jalan kaki dengan rekan-rekannya dari marinir dan Tentara Nasional Afghanistan ketika ia dihantam ledakan," kata juru bicara Satuan Tugas Helmand, Letnan Kolonel James Carr-Smith.

"Ia tewas ketika menjalankan tugas untuk memperbaiki kehidupan penduduk Sangin. Keberaniannya dalam menghadapi bahaya tidak akan terlupakan," katanya.

Dengan kematian itu, jumlah prajurit Inggris yang tewas menjadi 290 sejak operasi di Afghanistan dimulai pada Oktober 2001. Dari jumlah itu, sedikitnya 255 orang tewas akibat serangan musuh.

Inggris menempatkan sekitar 9.500 prajurit di Afghanistan, sebagian besar memerangi gerilyawan Taliban di Helmand.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Marinir AS memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.

Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.

Saat ini terdapat lebih dari 130.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Presiden Hamid Karzai memperingatkan bahwa pasukan harus melakukan semua langkah yang diperlukan untuk melindungi warga sipil.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Delapan setengah tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu beberapa bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010