Jakarta (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Saleh, mengatakan bahwa sesuai arahan Wakil Presiden Boediono, alokasi gas Senoro buat kebutuhan domestik minimal 25 persen.

"Arahan Wapres memang minimal 25 persen untuk domestik," katanya di Istana Presiden, Jakarta, Kamis.

Selanjutnya, menurut dia, dirinya yang akan memutuskan persoalan Senoro sesuai arahan yang disampaikan Wapres tersebut.

Ia mengatakan, dalam rapat yang dipimpin Wapres dan dihadiri antara lain Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, meminta proporsi buat domestik yang cukup besar.

"Kalau tidak salah, dalam rapat itu diarahkan setidaknya 25 persen buat domestik," katanya.

Darwin menjanjikan, akan membuat keputusan Senoro yang terbaik dan realistis.

Keputusan Senoro, lanjutnya, akan mempertimbangkan kemampuan dan kesanggupan harga dan volume konsumen domestik.

Ia menargetkan, keputusan Senoro sudah bisa diambil pada pekan depan.

Proyek pengembangan gas Senoro diperkirakan menelan investasi 3,7 miliar dolar AS yang terdiri dari dua bagian yakni hulu dan hilir.

Di bagian hulu dengan perkiraan investasi sebesar dua miliar dolar AS berupa eksplorasi dan produksi gas di dua blok yakni Senoro-Toili dan Matindok.

Blok Senoro dimiliki PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi dan PT Medco Tomori dengan saham masing-masing 50 persen.

Sedang, Matindok dimiliki PT Pertamina EP sebesar 100 persen.

Bagian hilir senilai 1,7 miliar dolar berupa pembangunan kilang LNG dengan kapasitas 2,1 juta ton per tahun.

Kilang dimiliki PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) yang merupakan konsorsium perusahaan terdiri dari Mitsubishi Co dengan porsi sebesar 51 persen, PT Pertamina (Persero) 29 persen, dan PT Medco Energi Internasional 20 persen.

Proyek Senoro dikembangkan dengan pola hilir.

Dengan skenario tersebut, maka pengembangan hulu terpisah dari hilir, sehingga pemerintah tidak terbebani pengembalian biaya operasi (cost recovery) untuk investasi kilang LNG.
(T.K007*P008/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010