Jakarta (ANTARA News) - Realisasi penerimaan Ditjen Pajak plus pajak penghasilan (PPh) dari sektor Minyak dan Gas, hingga 31 Mei 2010 telah mencapai Rp239,9 triliun atau 36,3 persen dari rencana penerimaan pajak sesuai APBNP 2010.

"Jika dibandingkan dengan realisasi periode sama tahun lalu, ada pertumbuhan 13,9 persen, karena pada 2009 hanya mencapai Rp210,6 triliun," ujar Dirjen Pajak M. Tjiptardjo dalam konferensi pers mengenai evaluasi penerimaan pajak di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis malam.

Menurut dia, target penerimaan Pajak plus PPh Migas dalam APBNP 2010 adalah sebesar Rp 661,4 triliun.

Sedangkan penerimaan pajak tanpa PPh Migas mencapai Rp215,5 triliun atau sebesar 35,6 persen dari target pemerintah dalam APBNP 2010 sebesar Rp606,1 triliun.

Namun realisasi penerimaan PPh tanpa PPh Migas yang pertumbuhannya hanya 7,9 persen lebih kecil dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 24,1 persen.

"Hal ini disebabkan diantaranya karena pertumbuhan negatif PPh pasal 21 sebesar 5,7 persen karena tidak diwajibkan memasukkan SPT tahunan dan pertumbuhan negatif PPh pasal 23 sebesar 6,5 persen karena menurunnya transaksi dibanding periode tahun lalu," ujar Tjiptardjo.

Kemudian, lanjut dia, masih ada pertumbuhan negatif PPh pasal 25/29 Orang Pribadi sebesar 23,3 persen karena pada 2009 masih terdapat tambahan penerimaan dari Program "sunset policy` selama dua bulan, sedangkan pada 2010 telah ditiadakan.

Ia melanjutkan pertumbuhan negatif terbesar dari PPh berasal dari PPh Fiskal Luar Negeri sebesar 78,5 persen karena bertambahnya jumlah kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan berlakunya ketentuan bebas fiskal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki NPWP.

"Keseluruhan untuk periode sama, penerimaan PPN dan PPnBM mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 24,1 persen yang disebabkan meningkatnya volume impor seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi kuartal I sebesar 5,7 persen," ujar Tjiptadjo.

Ia menambahkan apabila dianalisa dari penerimaan per sektor, maka sektor paling dominan dalam penerimaan pajak, adalah sektor perdagangan besar dan eceran yang pertumbuhannya mencapai 21,3 persen dan sektor transportasi dan komunikasi yang pertumbuhannya mencapai 12,9 persen.

Sedangkan, menurut Tjiptardjo, sektor yang mengalami pertumbuhan negatif dalam penerimaan adalah sektor pertambangan dan penggalian yang negatif 9,8 persen serta sektor perburuan, pertanian dan kehutanan yang pertumbuhannya negatif 8,9 persen.

"Padahal tahun lalu, pertumbuhan untuk sektor pertambangan mencapai 28,1 persen dan dan untuk sektor pertanian mencapai 16,7 persen," ujarnya.

Ia menjelaskan akan meneliti terlebih dahulu mengapa penerimaan dari kedua sektor tersebut mengalami defisit, dengan memeriksa struktur biaya dan permodalan serta membedah subsektor dari beberapa perusahaan kelapa sawit, tambang emas serta galian pasir.

"Ada mekanismenya, kita selalu melakukan pengawasan dan membentuk early warning system, kita periksa struktur biaya dan permodalan, kalau didiagnosis pertama-tama kita ajukan konseling dulu, dialog dan dihimbau, ini kita terapkan, setelah tidak mau kita tingkatkan pemeriksaan dan kalau ditemukan ada indikasi pidana, kita lakukan pemeriksaan permulaan, dugaan kuat terus penyidikan, kita lakukan lebih mekanisme seperti itu," ujarnya.(*)
(Ant/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010