Jakarta (ANTARA News) - Realisasi penerimaan pajak dan pajak penghasilan dari sektor minyak dan gas (PPh Migas) hingga akhir Mei lalu sudah mencapai Rp239,9 triliun, 36,3 persen dari target penerimaan pajak APBNP 2010.

"Jika dibandingkan dengan realisasi periode sama tahun lalu, ada pertumbuhan 13,9 persen, karena pada 2009 hanya mencapai Rp210,6 triliun," ungkap Dirjen Pajak M Tjiptardjo di Jakarta, Kamis malam.

Menurut dia, target penerimaan Pajak plus PPh Migas dalam APBNP 2010 adalah sebesar Rp 661,4 triliun.

Sedangkan penerimaan pajak tanpa PPh Migas mencapai Rp215,5 triliun atau sebesar 35,6 persen dari target pemerintah dalam APBNP 2010 sebesar Rp606,1 triliun.

Namun realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) tanpa PPh Migas tumbuh 7,9 persen lebih kecil dibandingkan realisasi pertumbuhan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mencapai 24,1 persen.

"Hal ini disebabkan diantaranya karena pertumbuhan negatif PPh pasal 21 sebesar 5,7 persen karena tidak diwajibkan memasukkan SPT tahunan dan pertumbuhan negatif PPh pasal 23 sebesar 6,5 persen karena menurunnya transaksi dibanding periode tahun lalu," kata Tjiptardjo.

Kemudian, lanjut dia, masih ada pertumbuhan negatif PPh pasal 25/29 Orang Pribadi sebesar 23,3 persen karena pada 2009 masih terdapat tambahan penerimaan dari Program sunset policy selama dua bulan, sedangkan pada 2010 telah ditiadakan.

Ia melanjutkan pertumbuhan negatif terbesar dari PPh berasal dari PPh Fiskal Luar Negeri sebesar 78,5 persen karena bertambahnya jumlah kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan berlakunya ketentuan bebas fiskal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki NPWP.

"Keseluruhan untuk periode sama, penerimaan PPN dan PPnBM mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 24,1 persen yang disebabkan meningkatnya volume impor seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi kuartal I sebesar 5,7 persen," ujar Tjiptadjo.

Ia menambahkan apabila dianalisa dari penerimaan per sektor, maka sektor paling dominan dalam penerimaan pajak, adalah sektor perdagangan besar dan eceran yang pertumbuhannya mencapai 21,3 persen dan sektor transportasi dan komunikasi yang pertumbuhannya mencapai 12,9 persen.

Sedangkan, menurut Tjiptardjo, sektor yang mengalami pertumbuhan negatif dalam penerimaan adalah sektor pertambangan dan penggalian yang negatif 9,8 persen serta sektor perburuan, pertanian dan kehutanan yang pertumbuhannya negatif 8,9 persen.

"Padahal tahun lalu, pertumbuhan untuk sektor pertambangan mencapai 28,1 persen dan dan untuk sektor pertanian mencapai 16,7 persen," ujarnya.

Ia menjelaskan akan meneliti terlebih dahulu mengapa penerimaan dari kedua sektor tersebut mengalami defisit, dengan memeriksa struktur biaya dan permodalan serta membedah subsektor dari beberapa perusahaan kelapa sawit, tambang emas serta galian pasir.

(T.S034/H-CS/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010