Jakarta (ANTARA News) - Partai Golkar mengajak partai lainnya melakukan debat terbuka guna membahas sisi positif dan negatif dana aspirasi untuk percepatan pembangunan di daerah.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, di Jakarta, Minggu, mengatakan, debat terbuka diperlukan untuk mencari titik temu dimana batasan sisi positif dan negatif dana aspirasi yang diusulkan Partai Golkar sebesar Rp15 miliar per anggota per daerah pemilihan (dapil), atau sekitar Rp8,4 triliun.

"Selama ini pihak-pihak yang menentang usulan program dana aspirasi itu belum mendengarkan argumentasi secara utuh dari partai pengusulnya," katanya.

Menurut dia, agar hal ini tidak terus-menerus menjadi polemik, sebaiknya dilakukan debat terbuka antara partai pengusul dan pihak-pihak yang menentang, untuk sama-sama mendengarkan argumentasinya secara utuh.

"Kami menyayangkan kepada pihak-pihak yang belum mendengarkan argumentasi secara utuh, tetapi sudah menentang," kata Wakil Ketua DPR RI ini.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Bambang Soesatyo menambahkan gagasan dana aspirasi muncul karena selama ini banyak daerah yang belum mendapat dana stimulus atau dana tambahan untuk percepatan pembangunan di daerah.

Ia memperkirakan penyebaran dana stimulus tersebut tidak merata karena adanya praktik makelar anggaran.

Menurut dia, untuk optimalisasi pemanfaatan dana aspirasi secara transparansi, diperlukan penyusunan kriteria dan mekanisme pelaksanaan hak anggaran yang diatur secara komprehensif, serta dapat dilaksanakan oleh satuan kerja pemerintah pusat, dan satuan kerja pemerintah daerah, serta diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Mekanisme itu, kata Bambang dimulai dari usulan pemerintah daerah yang ditujukan kepada anggota DPR RI yang mewakili dapil-nya masing-masing.

"Usulan tersebut dalam bentuk program meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti infrastruktur jalan dan jembatan, irigasi pertanian, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya," kata anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini.

Selanjutnya, kata dia, usulan itu diusulkan ke Banggar DPR RI untuk dibahas bersama dengan pemerintah, kemudian pelaksanaannya dievaluasi anggota DPR terkait, serta diaudit BPK.

Ia mengatakan program yang dilaksanakan dari dana aspirasi akan dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban keuangan pusat (LKPP) yang diaudit BPK.

"Jadi, bentuk pembiayaan program bukan dana tunai yang masuk ke kantong anggota DPR. Kalau ada anggota DPR yang berani main-main, akan berhadapan dengan KPK," kata Bambang Soesatyo. (R024/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010