Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jimly Asshiddiqie menilai Indonesia tidak perlu mendirikan lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menurutnya hanya membuang-buang dana dan belum tentu efektif hasilnya dalam memperbaiki sistem pengawasan perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

"Saya cenderung tidak mendukung ide ini, hanya problemnya undang-undang telah menentukan paling lambat harus dibentuk 31 Desember 2010. Tetapi sejarah menunjukkan ini sudah dua kali ditunda, yaitu tahun 2002, lalu diubah paling lambat 2010, jadi berarti itu bisa kita geser, kalau begitu ya sudah kita putuskan saja kita ubah ketentuan itu, tidak perlu kita bikin OJK itu yang paling aman," kata Jimly usai diskusi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan sesuai arahan pasal 34 ayat (1) UU 3/2004 tentang Bank Indonesia harus dipandang secara sangat hati-hati mengingat dampaknya yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia jika pembentukan lembaga ini tidak berjalan mulus.

"Kita mesti hati-hati karena perkembangan krisis Eropa bisa berdampak global. Jangan nanti kita membuat sesuatu yang penting dan berdampak sistemik dan butuh masa transisi yang menimbulkan ketidakstabilan tiba-tiba kita harus hadapi krisis, jadi harus hati-hati. Ide OJK ini mungkin saja baik tetapi perlu kita pertimbangkan dengan waktu yang ada dan juga perkembangan yang terjadi sejak 1999 - 2010, selama 12 tahun ini bagaimana," katanya.

Dikatakannya, ide awal pendirian OJK pada tahun 1999 harus dievaluasi lagi, sesuai pengalaman dan kondisi yang terjadi beberapa waktu ini, karena mungkin saja yang diperlukan justru cuma harus memperkuat Bank Indonesia dalam memperbaiki mekanisme pengawasan internalnya saja.

"Kita ingin pasti, sudahlah kita tidak usah membentuk lembaga baru karena sesudah 12 tahun, tidak perlu lembaga baru karena untuk membentuk lembaga baru itu banyak menimbulkan maslah. Kita itu sudah banjir lembaga baru dan itu `costly` menyedot sumber daya semua, jadi ide pembentukan OJK perlu kita kaji ulang," katanya.

Ditambahkan Jimly, penundaan dua kali pendirian OJK ini dari 2002 dan 2010 sebenarnya menunjukkan bahwa ide pendirian OJK ini tidak pernah matang dan tetap belum matang sampai saat ini, karena ada perkembangan ekonomi dunia yang terus berubah dan berlawanan dengan ide OJK.

Jimly mengatakan ia akan meminta ISEI untuk mengirimkan rekomendasi dari hasil diskusi dan analisis yang dilakukan para pakar ekonomi untuk dibawa dalam pembahasan di Wantimpres yang hasilnya akan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Hasil diskusi ini kita akan bahas dengan anggota Wantimpres lalu kami berikan ke Presiden, kalau diberitahukan dampaknya Presiden pasti akan khawatir dengan ide ini," katanya.

Menurut Jimly pada Kamis lalu, Presiden telah menggelar sidang kabinet yang membahas dampak dari krisis ekonomi yang terjadi di Yunani, namun tidak mengaitkan dengan rencana adanya pembentukan OJK pada akhir tahun ini.

Pasal 34 ayat (1) UU 3/2004 tentang Bank Indonesia menyatakan "bahwa Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Dan ayat (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010."

Upaya membentuk OJK serupa pernah gagal tahun 2002, yang tidak dapat dipenuhi target waktunya, yang menurut UU 23/1999 sudah terbentuk paling lambat tanggal 31 Desember 2002. Perubahan atas UU ini mengundurkan target waktu menjadi 31 Desember 2010.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010