Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan memperlebar kategori masyarakat berpenghasilan menengah dari semua Rp4,5 juta menjadi Rp6 juta per bulan setelah mendengar rekomendasi Badan Pusat Statistik (BPS).

"Usulan kami semula kategori masyarakat berpendapatan menengah Rp7,5 juta akan tetapi setelah mengacu data BPS akhirnya diputuskan menggunakan Rp6 juta," kata Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera), Suharso Monoarfa di Jakarta, Senin.

Menurut Menpera, alasan memperluas pendapatan masyarakat berpendapatan menengah karena banyak daerah di Indonesia yang biaya hidupnya tinggi bahkan untuk masyarakat yang penghasilannya Rp6 juta.

Menpera mengatakan, kategori penghasilan masyarakat berpendapatan menengah sangat penting untuk menetapkan kemampuan dalam mengangsur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui pola baru yang tengah dirancang pemerintah.

"Bank biasanya menyetujui besaran KPR maksimal 30 persen dari penghasilan, sehingga dengan penghasilan sebesar itu mereka hanya dapat membeli rumah maksimal Rp180 juta, di atas itu sudah tidak mungkin lagi," ujarnya.

Pemerintah saat ini tengah menyiapkan pola baru untuk masyarakat menengah ke bawah yang akan membeli rumah melalui tingkat bunga KPR dibawah pasar, bahkan diusahakan sama dengan tingkat bunga SBI.

Menpera mengatakan, awal Juli 2010 pola baru dalam bentuk kucuran dana likuiditas akan ditempatkan di bank dan KPR yang menjadi sasaran penyaluran KPR berbunga murah.

Menpera mengatakan, dalam tahap awal akan ditempatkan dana sebesar Rp2,6 triliun, dengan harapan dana itu akan bertambah dengan masuknya dana Jamsostek dan Bapertarum, serta dana-dana lain dari TNI/ Polri.

Menpera mengatakan, dana itu akan menggantikan pola subsidi yang dinilai memiliki banyak kelemahan seperti misalnya hanya berlaku lima tahun menikmati bunga murah setelah itu akan dibebankan bunga pasar, serta penerimanya hanya terbatas.

Berbeda dengan pola baru yang memungkinkan dana itu setiap tahunnya bergulir sehingga sebaran yang menikmati bunga rendah juga semakin banyak, jelas Menpera.

"Tinggal nantinya masyarakat yang menentukan besarannya cicilan dan masa angsuran sesuai dengan kemampuan masing-masing," jelas Menpera lagi.

Menpera mengatakan, agar dana itu sampai ke tangan yang berhak (masyarakat berpenghasilan di bawah Rp6 juta) maka untuk mendapatkan dana itu mereka cukup menyerahkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan SPT tahun sebelumnya.

Menpera juga menghapus semua penggunaan kata-kata "sederhana" baik untuk rumah horisontal maupun vertikal seperti Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Susun Sederhana Milik atau Sewa.

"Kasihan kalau disebut sederhana maka masyarakat yang tinggal di dalamnya seolah-olah sudah memiliki stigma tidak mampu, padahal yang mau disasar masyarakat menengah," ujarnya.

Bahkan pemerintah daerah sudah ada yang menolak kalau ada pembangunan Rusunawa karena dianggapnya hanya akan membuat kumuh kawasannya. "Atas dasar itulah kami mengubah menjadi rumah atau rusun saja tinggal masyarakat yang menentukan sesuai kemampuannya," ujarnya.

(T.G001/S006/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010