Kairo (ANTARA News/Reuters) - Pemimpin Liga Arab menyatakan keherannya dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni yang menolak mengakui Jalur Gaza mengalami krisis kemanusiaan akibat serangan udara Israel selama seminggu ke wilayah itu.

"Saya sungguh terkejut dan mengecam kata-kata Menteri Luar Negeri Israel yang bertanya, apakah ada krisis kemanusiaan di Gaza? Tidak ada krisis kemanusiaan di Gaza," kata Sekretaris Jenderal Liga Arab Amir Moussa.

Dia menambahkan, dalam situasi di mana lebih dari 450 orang meninggal dan duaribu orang lainnya terluka parah adalah mengherankan jika ada klaim tidak ada krisis kemanusiaan.

"Pernyataan itu hanya keluar dari orang yang bersimpati pada aksi (brutal Israel) itu.  Aksi itu adalah sesuatu yang harus dikutuk, dan kami mesti mengatakan ada krisis kemanusiaan luarbiasa besar di Gaza," tandas Moussa.

Kamis lalu Livni menolak usul Prancis untuk gencatan senjata selama 48 jam agar bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Gaza dengan berkilah tidak ada krisis kemanusiaan di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.

Wanita besi Israel ini berujar bahwa Israel mesti berhati-hati dalam melindungi warga sipil dan mesti membuat situasi kemanusiaan di Gaza terselesaikan seperti yang seharusnya.

Belum lama ini Badan PBB untuk Rekonstruksi Sosial (UNRWA) menyebut pemboman Israel telah menghancurkan infrastuktur dan bangunan pelayanan publik yang tersisa di Gaza dan secara dramatis memperburuk sistem keamanan pasokan pangan bagi seluruh penduduk Gaza.

Israel melancarkan ofensif pada 27 Desember dengan tujuan menghancurkan ancaman serangan roket Hamas ke kota-kota Israel dari Gaza.  Sejak itu, sekitar 430 warga Palestina terbunuh dan duaribu lainnya terluka yang menurut PBB seperempatnya adalah warga biasa.

Moussa juga mengkritik Dewan Keamanan PBB karena tidak merespon cepat krisis di Gaza itu.

Satu sidangnya Rabu lalu, DK PBB tidak berhasil mengeluarkan keputusan apapun di mana kemudian para diplomat menjanjikan negosiasi akan diselenggarkan pada hari-hari berikutnya setelah sebuah draf resolusi yang diajukan Libya atas nama Arab ditolak Barat karena dianggap tidak seimbang. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009