Bengkulu (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Bengkulu menolak rencana pembukaan perkebunan sawit oleh PT Desaria Plantation Mining di Kabupaten Kaur seluas 16.400 hektare karena akan menggusur penduduk 70 desa di daerah itu.

"Walhi menolak perkebunan baru itu karena akan berdiri di atas lahan masyarakat di delapan kecamatan dan akan menyingkirkan penduduk di 70 desa," kata Kepala Departemen Kampanye Walhi Bengkulu, Firmansyah di Bengkulu, Sabtu.

Ia mengatakan, penolakan tersebut didasari fakta hilangnya akses lahan pertanian bagi warga 70 desa karena perusahaan menargetkan kebun plasma hanya sekitar 3.000 hektare (ha).

Selain itu, konsultan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dinilai tidak konsisten dengan pembahasan di tingkat komisi penilai Amdal yang berlangsung beberapa waktu lalu sebab dalam perjalanannya, luas lahan bertambah 10 ribu ha.

"Saat pembahasan kerangka acuan Amdal yang diikuti Walhi, luas lahan 16.400 ha tetapi dari investigasi kami, luasnya bertambah 10 ribu ha," katanya.

Menurutnya, kondisi ini akan meminggirkan masyarakat setempat atau menjadi buruh di atas tanahnya sendiri.

Kondisi tersebut sudah dialami petani Desa Pering Baru dan enam desa lainnya di Kecamatan Semidang Alas Maras Kabupaten Seluma yang tidak memiliki areal pertanian karena diklaim PT Perkebunan Nusantara VII.

"Seharusnya pemerintah mengutamakan pemenuhan kebutuhan lahan untuk rakyat karena luas kawasan non hutan Bengkulu saat ini hanya 1 juta ha sementara jumlah penduduk mencapai 1,7 ha," katanya.

Perkebunan baru itu rencananya dibagi dalam empat estate yang tersebar di delapan kecamatan yakni Kaur Utara, Padang Guci Ilir, Tanjung Kemuning, Kelam Tengah, Lungkang Kule, Luas, Semidang Gumay dan Kecamatan Kinal.

Selain itu pembukaan kebun baru tersebut juga akan merusak sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang digunakan masyarakat untuk sumber air bersih dan irigasi.

"Ada beberapa anak sungai yang masuk dalam rencana HGU itu tapi sungai yang besar adalah Sungai Kinal," katanya.

(ANT/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010