Lahore, Pakistan (ANTARA News/AFP) - Pakistan hari Rabu membebaskan 17 tahanan India sebagai "isyarat maksud baik" menjelang perundingan tingkat pejabat tinggi dengan New Delhi, kata sejumlah pejabat.

Kelompok tahanan itu telah diserahkan kepada pihak berwenang India di lintasan perbatasan Wagah dekat kota Lahore, Pakistan timur, kata seorang juru bicara pasukan paramiliter Nadeem Raza kepada AFP.

Menurut pejabat tersebut, seluruh 17 tahanan yang telah menyelesaikan masa hukuman di penjara Kot Lakhpat Lahore itu dikawal menuju Wagah pada pagi hari dan mereka disambut oleh para pejabat perbatasan India.

Ratusan orang India dan Pakistan meringkuk di dalam penjara-penjara perbatasan di kedua negara itu atas tuduhan melakukan kegiatan mata-mata atau masuk secara ilegal.

Hubungan antara kedua negara Asia Selatan yang berkekuatan nuklir itu memburuk setelah serangan-serangan Mumbai pada 2008.

Dalam upaya memperbaiki hubungan, pejabat-pejabat tinggi kementerian luar negeri India dan Pakistan dijadwalkan melakukan pertemuan di Islamabad pada Kamis.

Sekretaris Luar Negeri India Nirupama Rao akan berunding dengan mitranya dari Pakistan, Salman Bashir, pada Kamis, untuk menetapkan agenda pertemuan antara menteri luar negeri mereka pada 15 Juli, kata seorang pejabat tinggi kementerian luar negeri di Islamabad.

Rao juga akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi.

"Kedua sekretaris luar negeri juga akan membahas permasalahan penting yang mencakup cara-cara mendorong kerja sama dalam memberantas terorisme, meningkatkan perdamaian dan keamanan serta langkah pembangunan kepercayaan," kata pejabat itu.

Qureshi telah mengundang Menteri Luar Negeri India S.M. Krishna datang ke Islamabad pada 15 Juli sebagai bagian dari proses rekonsiliasi antara kedua negara tetangga Asia Selatan itu, yang terlibat dalam tiga perang dalam 60 tahun terakhir.

Ketegangan di perbatasan dan penyusupan gerilyawan di Kashmir India berkurang setelah kedua negara itu menyetujui gencatan senjata di Garis Pengawasan (LoC) pada 2003.

Kekerasan di Kashmir juga turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.

Perbatasan de fakto (LoC) memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.

Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.

New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.

India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010