Yogyakarta (ANTARA News) - Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan Islam tertua diharapkan dapat membawa citra Islam moderat yang ramah nan lembut di Tanah Air.

Sejauh ini, Muhammadiyah sudah teruji sebagai organisasi massa Islam yang memiliki integritas dan mampu merefleksikan kebutuhan umatnya.

"Karena itu, di masa datang Muhammadiyah harus "dibiarkan" mencari dan menjaga jatidirinya dalam menghadapi tantangan ke depan," kata Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, M.Si dalam perbincangan dengan ANTARA News di ruang kerjanya, Rabu.

Memang Muhammadiyah harus menjaga netralitas di tengah banyaknya partai politik, namun ia yakin di sisi lain mampu "membahasakan" pesan moral yang dikemas "bahasa politik" sesuai konteks zaman.

Biarkan Muhammadiyah mencari jatidirinya sendiri. Jangan diintervesi, apalagi pengurusnya membuka diri dari kelompok tertentu untuk memetik keuntungan dari Muhammadiyah.

Para pemimpin baru yang terpilih melalui Muktamar ke-46 dan dirangkaikan dengan peringatan satu abad Muhammadiyah, di Yogyakarta, 3-8 Juli 2010, kata Hermin Indah Wahyuni, hendaknya dapat mengembangkan sikap sebagai seorang negarawan.

Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Din Syamsudin juga harus menjauhkan diri dari politik praktis, namun tidak menabukan untuk mengkritisi penguasa melalui sikap moralitas Islami.

"Dalam perspektif historis, Muhammadiyah telah menjaga sikapnya sebagai Islam moderat. Hal ini merupakan kekuatan besar," kata Hermin.

Karena itu, Muhammadiyah diharapkan mampu menerjemahkan kebutuhan umat. Jika itu dilakukan, maka institusi keagamaan itu bakal berkembang terus karena akan mendapat kepercayaan besar dari masyarakat di Tanah Air.

"Tak heran, para peneliti asing banyak belajar untuk memahami karakter Islam melalui Muhammadiyah," ia menjelaskan.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini juga menjelaskan bahwa yang perlu ditekankan ke depan bagi Muhammadiyah adalah perubahan dari Ketua Umum Muhammadiyah untuk menjaga jarak dengan partai politik, menghindari orientasi kekuasaan dan bersikap sebagai negarawan.

"Muhammadiyah adalah institusi keagamaan terbesar dan mendapat kepercayaan luas dari umat Islam. Itu bisa dilihat ketika penentuan hari untuk Lebaran. Umat menunggu," ia menjelaskan.

Rasa cinta kepada Muhammadiyah dapat dilihat dari "potret" protes dari kalangan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang meminta agar Muhdi Pr tidak dimasukan sebagai pengurus Muhammadiyah.

Meski hal itu dipatahkan dengan argumentasi bahwa setiap Muslim berhak menentukan pilihannya menjadi pengurus lembaga keagamaan, dan menghormati proses hukum yang dijalani Muhdi, tetapi tetap saja di tingkat akar rumput mencuat rasa kecewa.

"Ini soal sensitif bagi umat di lingkungan Muhammadiyah ke depan. Tujuannya, agar organisasi itu, ke depan, terbebas dari orang yang hendak memetik keuntungan politik dari Muhammadiyah," jelas Hermin.



Tak berubah

Sebelumnya pengamat Muhammadiyah dari Korea Selatan Prof Kim Hyung-Jun Kim, dalam pertemuan dengan wartawan di Univeritas Muhammadiyah, Yagyakarta, menyebutkan, kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2010-2015 diperkirakan tak banyak mengalami perubahan.

Alasannya, 13 anggota Pipinan Pusat (PP) Muhammadiyah terpilih masih dihiasi wajah-wajah lama.

Jika melihat dari hasil pemilihan 13 anggota PP Muhammadiyah, kebijakan dalam perjalanan ke depan tidak akan banyak berubah, kata Kim dalam diskusi Masa Depan Muhammadiyah, di sela penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah, di Yogyakarta.

Dia menilai, tidaklah terlalu penting siapa-siapa yang duduk dalam anggota PP Muhammadiyah periode lima tahun ke depan, tapi yang terpenting adalah apakah mereka semua mau melakukan tugasnya sesuai dengan amanah ormas Islam tertua tersebut.

Dalam pandangannya, Muhammadiyah seharusnya bisa mengalami kemajuan dengan menjadi ormas yang lebih besar, mengingat memiliki banyak potensi yang tidak tergali secara mendalam.

Kim, yang selama beberapa hari mengikuti pelaksanaan muktamar, semula menilai, Muhammadiyah akan mengalami banyak perubahan terutama dalam pemilihan ketua umum.

"Dalam sidang-sidang pleno yang saya hadiri banyak peserta yang mengkritik kepemimpinan sebelumnya karena dianggap terlalu propemerintah. Tapi pada kenyataannya setelah dilakukan pemilihan anggota baru untuk periode lima tahun ke depan, kok yang mendapat suara terbesar Din lagi," kata Kim.

Sebanyak 13 besar anggota PP Muhammadiyah periode 2010-2015 yang terpilih adalah Din Syamsudin (1.915 suara), Muhammad Muqodas (1.650), A Malik Fajar (1.562), A Dahlan Rais (1.508), Haedar Nashir (1.482), Yanuhar Ilyas (1.431), Abdul Mu`ti (1.322), Agus Danarta (1.034), Syafiq A Mugni (952), Fatah Wibisono (942), M.Goodwil Zubir (931), Bambang Sudibyo (887), Dadang Kahmad (797), Syukrianto (793), dan AM Fatwa (790).

Islami

Mengedepankan asas musyawarah dalam pemilihan ketua umum (Ketum) Muhammadiyah periode 2010-2015 merupakan bagian dari jatidiri Muhammadiyah.

"Untuk itu biarkan organisasi keagamaan tertua tersebut mengembangkan nilai-nilai luhurnya," harap Hermin Indah Wahyuni.

Ia menjelaskan, pemilihan Ketum Muhammadiyah yang ditentukan 13 anggota Pimpinan Pusat (PP) melalui musyawarah dapat dibenarkan. Hal itu juga mencirikan sikap Muhammadiyah dan sesuai nilai moralitas Islami.

Namun, ia tak sependapat jika pemilihan tersebut dianggap tidak demokratis lantaran tidak melalui pemungutan suara.

Implementasi asas musyawarah dalam pemilihan Ketum Muhammadiyah, yang kemudian menetapkan Din Syamsuddin, jangan dibenturkan dengan cara pemilihan ketua partai politik melalui voting.

"Musyawarah dalam organisasi keagamaan sudah sesuai dengan kebutuhan Ormas Islam tertua itu," katanya.

Ia mengingatkan sejarah berdirinya Muhammadiyah, yang didirikan KH. Ahmad Dahlan, seabad silam. Bahasa yang digunakan lebih banyak mengetengahkan nilai moralitas. Dan hal itu harus didorong karena memang sesuai kebutuhan umat dan tuntutan anggota Muhammadiyah yang tengah mengembangkan jati dirinya sendiri.

Sebelumnya Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Bachtiar Effendi mengatakan, 13 anggota PP Muhammadiyah terpilih bakal menetapkan Din Syamsuddin sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah secara aklamasi.

"Saya berharap tak akan ada voting dalam penetapan ketua umum Muhammadiyah periode 2010-2015, karena jika dilihat perolehan suara pemilihan anggota PP, posisi Din mendapat suara cukup signifikan," kata Effendi kepada pers, di sela penyelenggaraan Muktamar Seabad Muhammadiyah, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Alasan itu ia kemukakan karena terlalu jauh perolehan suara dengan tokoh terpilih PP lainnya yang bisa menjadi ketua umum.

Ia mengatakan, ke-13 anggota PP Muhammadiyah akan bersikap arif karena untuk menetapkan seorang ketua umum lebih mengetengahkan asas musyawarah.
(T.E001*A025/T010/P003)

Oleh Oleh Edy Surpriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010