Kabul (ANTARA News/AFP) - Taliban hari Rabu mengklaim bertanggung jawab atas rencana penarikan pasukan Inggris dari sebuah wilayah Afghanistan selatan dan memperingatkan pasukan AS yang mengambil alih kendali atas wilayah itu akan menghadapi "nasib serupa".

Pasukan Inggris akan menyerahkan pengawasan wilayah Samin, Helmand, yang dilanda kekerasan kepada pasukan AS pada akhir tahun ini, kata Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox, Rabu.

Taliban, yang mengobarkan perang terhadap pasukan asing di Afghanistan, menyatakan, pasukan Inggris ditarik karena tekanan dari serangan-serangan militan.

"Ini merupakan awal dari kekalahan pasukan Inggris di Afghanistan," kata juru bicara Taliban Yousuf Ahmadi, yang membacakan sebuah pernyataan Mullah Omar, pemimpin kelompok gerilya tersebut.

"Kami mengalahkan mereka di Sangin. Mereka akan segera dikalahkan di wilayah-wilayah lain Afghanistan," tambah Ahmadi melalui telefon dari tempat yang dirahasiakan.

Ia menyatakan, pasukan AS yang mengambil alih kendali atas wilayah itu dari pasukan Inggris "akan menghadapi nasib yang sama. Kami juga akan mengalahkan orang-orang Amerika di sana (Sangin)," katanya.

Pasukan Inggris mengalami kekalahan terbesar mereka di Sangin, dimana hampir 100 prajuritnya tewas di kota pasar itu dan daerah-daerah sekitarnya, atau hampir sepertiga dari seluruh korban Inggris sejak militer negara itu terlibat dalam perang di Afghanistan pada 2001.

Pengumuman Inggris mengenai rencana penarikan pasukan itu disampaikan di tengah meningkatnya jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan.

Sepanjang tahun ini jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan telah melampaui 330, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas angka-angka di situs independen icasualties.org.

Korban-korban terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus hari Minggu mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.

Sekitar 10.000 prajurit lagi akan ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Marinir AS memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.

Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.

Saat ini terdapat lebih dari 140.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Delapan setengah tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu beberapa bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010