Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kamis, menyatakan program konversi minyak tanah ke gas sejak tiga tahun lalu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun kasus ledakan gas sama sekali tak ada kaitannya dengan program itu.

"Tidak ada sama sekali tabung yang meledak karena kebocoran pada selang," kata Ketua PMI ini usai memberi kuliah umum penanggulangan bencana di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok.

Kalla memaparkan, tabung gas bermasalah bukan hanya yang berukuran 3 kg tetapi juga 12 kg, dan jika yang meledak hanya yang berukuran 3 Kg, maka itu bisa disebut karena program konversi gas.

Pria yang akrab disapa JK ini melanjutkan, ledakan juga terjadi karena kelalaian pengguna di mana banyak laporan menyebutkan kelalaian menjadi faktor utama terjadinya ledakan gas.

"Tidak ada satupun bukti bahwa tabung itu bocor.  Masalahnya cuma selang yang harus diganti saja," jelas JK.

Mengutip analisis Kompas, JK mengatakan dalam tiga tahun hanya terjadi 36 kali ledakan gas dari 70 juta tabung gas.  Ini berarti, dari setiap dua juta tabung, hanya satu yang meledak.

Angka ini kalah dramatis dari kecelakaan akibat listrik, di mana di Jakarta saja, dalam setahun ada 600 hingga 800 kali kebakaran.

"Tidak ada energi yang bebas dari risiko. Dahulu waktu minyak tanah, berapa juta rumah yang terbakar coba?" ujar Kalla.

Meskipun begitu, JK mengakui bahwa dibandingkan masa sebelum program konversi minyak ke gas, kasus ledakan menjadi lebih kerap terjadi.  Tetapi, itu sejalan dengan bertambahanya tabung gas dari 7 juta menjadi 70 juta tabung.

"Dulu ribuan orang antri minyak tanah, orang marah semuanya dan nilai subsidinya mencapai 50 triliun," paparnya.  

Kini, lanjutnya, gas telah mengatasi persoalan itu, dan kalau pun ada masalah adalah soal penanganannya.  "Jadi bukan konversinya tapi karena cara pemakaiannya," tegasnya.(*)

Yudha/Jafar

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010