Jakarta (ANTARA News) - Kepala Divisi (Kadiv) Hubungan Masyarakat (Humas) Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang menegaskan penggunaan senjata api bagi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tidak melanggar hukum, sepanjang memenuhi persyaratan yang telah diatur.

"Itu tidak bertentangan dengan undang-undang. Pada dasarnya setiap orang boleh menggunakan senjata api, tetapi karena senjata ini bisa membahayakan orang, maka peraturan dibuat ketat," katanya, di Jakarta, Jumat saat bersama dengan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Saut Situmorang.

Ia menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Polri diberikan kewenangan untuk mengawasi, memberi ijin, mengendalikan kepemilikan senjata api nonorganik TNI atau Polri. Artinya, masyarakat boleh menggunakan senjata nonorganik, dengan prosedur yang diawasi ketat oleh Kepolisian, ujarnya.

Aturan penggunaan senjata ini dibuat sedemikian ketat sehingga hanya orang yang karena tugasnya membahayakan atau berprofesi yang erat kaitan dengan ancaman.

Proses pemberian ijin penggunaan senjata juga tidak sembarangan, harus memperhatikan sejauh mana ancaman bahaya dan memenuhi persyaratan yang ditentukan seperti lolos psikotest dan fisik.

Penggunaan senjata atas nama instansi, katanya, juga diperbolehkan. Satpol PP berkedudukan sebagai kepolisian khusus karena tugas-tugas yang dilakukan adalah tugas kepolisian terbatas untuk menegakkan peraturan daerah, menjaga ketertiban dan ketentraman umum.

Satpol PP dapat menggunakan senjata dengan ketentuan jenis senjata api nonorganik TNI atau Polri. Ketentuan jenis senjata api nonorganik TNI atau Polri juga berlaku bagi warga sipil yang mendapatkan ijin menggunakan senjata.

Sesuai dengan Permendagri Nomor 26 Tahun 2010 tentang senjata api bagi Satpol PP, penggunaan senjata bagi Satpol PP hanya dibatasi untuk tiga jenis saja yaitu senjata peluru gas, semprotan gas, dan alat kejut listrik.

"Dalam kaitan Permendagri Nomor 26 Tahun 2010, pada dasarnya ketentuan membolehkan Satpol PP sebagai bagian dari lembaga polisi khusus menggunakan senjata api tetapi hanya dibatasi pada tiga jenis senjata api peluru gas, semprotan gas, dan alat kejut listrik," katanya.

Ia membenarkan bahwa tiga jenis senjata yang dapat digunakan Satpol PP sesuai dengan Permendagri 26/2010 atas rekomendasi Polri melalui Surat Kapolri pada Mendagri Nomor B/663/III/2009, dengan jumlah dibatasi sepertiga dari kekuatan Satpol PP yang sedang melaksanakan tugas-tugas operasi. Dan jumlah tersebut tidak boleh lebih dari 15 pucuk tiap unitnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan buku petunjuk yang mengatur tentang pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian senjata api nonorganik TNI atau Polri tertuang dalam Surat Keputusan Kapolri No.Pol. : Skep/82/II/2004 tertanggal 16 Februari 2004.

Proses ijin penggunaan senjata api dilakukan setelah Polri menerima permohonan dari kepala daerah dilengkapi dengan persyaratan yang ditentukan. Setelah ijin diterbitkan, Polri berkewajiban untuk melakukan pengawasan dan pengendalian.

Pengawasan dan pengendalian tersebut dalam bentuk pengecekan dan pengamanan terhadap pelaksanaan ijin tersebut dan mengadakan pengusutan apabila terjadi penyimpangan terhadap ijinnya.

"Apabila terdapat penyalahgunaan maka akan diproses oleh Kepolisian," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa penggunaan senjata bagi Satpol PP ini tidak mutlak. Hal ini juga dibenarkan oleh Kapuspen Kemdagri Saut Situmorang.

Saut menjelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP, pasal 24 menjelaskan Satpol PP dapat dilengkapi senjata api dalam melaksanakan tugasnya.

"Kata `dapat` ini diartikan bisa menggunakan, kalau tidak perlu ya tidak menggunakan," kata Saut.


Permendagri 35/2005

Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, Saut menegaskan dengan keluarnya Permendagri 26/2010, maka Permendagri 35/2005 yang mengatur penggunaan senjata peluru tajam bagi Satpol PP tidak berlaku.

"Permendagri 35/2005 sudah tidak berlaku," katanya.

Sebelumnya, petinggi Satpol PP dapat menggunakan senjata peluru tajam. Tetapi dengan berlakukan Permendagri 26/2010 maka senjata tersebut tidak dapat digunakan dan harus ditarik.(*)
(T.H017/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010