Bogor (ANTARA News) - Kapolda Jawa Barat Brigadir Jenderal Sutarman mengatakan dari 94 titik rawan kemacetan di jalur Puncak, Taman Wisata Matahari adalah penyebab kemacetan paling parah.

"Hampir setiap hari libur kawasan ini dipadati ratusan kendaraan," katanya usai meninjau arus lalu lintas di kawasan Puncak dari Simpang Gadog hingga Taman Safari Indonesia, Jumat petang.

Kapolda mengatakan, dari pantauannya, arus lalu lintas tersendat di Taman Wisata Matahari. Taman itu padat pengujung, namun lahan parkirnya tidak memadai untuk menampung ratusan kendaraan, sambung Sutarman.

Keadaan itu diperparah oleh manajeman arus pengunjung Taman Wisata Matahari yang disebutunya tidak tertangani dengan baik.

Ratusan pengunjung yang bergerak ke area parkir kendaraan membuat arus lalu lintas semakin tersendat.

Kapolda mengungkapkan, jumlah kendaraan yang melintas di kawasan Puncak melebihi kapasitas jalan yang hanya mampu menampung 3.000 kendaraan, padahal saat liburan jumlahnya mencapai 40.000 unit.

Berkurangnya lebar ruas jalan disebabnya makin banyaknya warung yang didirikan di sepanjang jalan, sehingga lahan untuk parkir semakin sempit.

Selain Taman Wisata Matahari, penyebab kemacetan parah lainnya adalah Cimory, Taman Safari Indonesia, dan Pasar Cisarua.

Sutarman mengatakan dalam mengurai kemacetan yang sering terjadi di kawasan Puncak, ada beberapa tahapan. Tahap pertama adalah penanggulan jangka pendek dengan menurunkan sejumlah petugas di titik-titik kemacetan khususnya di Taman Wisata Matahari.

"Setiap pengunjung yang ingin menyeberang jalan akan dituntun petugas, setiap 10 menit sekali. Kemudian kendaraan yang keluar dari Taman Wisata Matahari diatur agar tidak terjadi penumpukan," katanya.

Sedangkan untuk jangka panjang, Kapolda mengimbau Pemerintah Kabupaten Bogor membangun jembatan penyeberangan di kawasan Wisata Matahari.

Kapolda juga meminta Polres Bogor mengutamakan arus lalu lintas kendaraan di kawasan Puncak, apalagi masa lebaran semakin dekat. (*)

KR-LR/M008/AR09

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010