Jember (ANTARA News) - Budayawan Mohammad Sobary mengkritik tentang fatwa atau ayat-ayat suci dalam Al Quran yang digunakan sebagai kampanye antinikotin atau pembatasan tembakau dan rokok.

"Jangan menggunakan nama Tuhan untuk membuat peraturan yang menyulitkan para petani tembakau Jember," kata Sobary saat menjadi pembicara dalam bedah buku "Nicotine War: Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat" di Fakultas Ekonomi Universitas Jember, Senin.

Menurut dia, tembakau dan rokok merupakan budaya masyarakat Indonesia dan sudah menjadi bagian dari kehidupan, sehingga sulit dipisahkan.

"Dalam budaya masyarakat Indonesia, rokok biasanya menjadi tali penguat silaturrahmi antara satu orang dengan orang lain," ucapnya.

Ia menjelaskan, pada zaman penjajahan, Vereenigde Oost indische Compagnie (VOC) yang merupakan perusahaan Belanda telah sukses mengeruk keuntungan dari alam Indonesia termasuk dalam sektor perkebunan tembakau.

"Negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) mencoba mengeruk keuntungan lewat perdagangan obat antinikotin yang berdalih kampanye antirokok demi kesehatan dunia," katanya menambahkan.

Sobary sangat mendukung buku "Nicotine War" karangan peneliti Amerika Serikat, Wanda Hamilton karena buku tersebut mengungkapkan kebenaran tentang kepentingan para pedagang obat dan perusahaan farmasi untuk membuat pengganti nikotin.

"Rokok kretek buatan Indonesia sukses mengalahkan rokok putih buatan negara-negara maju, justru mereka berlomba-lomba mendidirkan atau mengakusisi perusahaan rokok nasional dengan berbagai cara,"katanya menjelaskan.

Ia menambahkan, banyak kepentingan kampanye antinikotin yang sudah dilakukan semua pihak, namun ujung-ujungnya hanya keuntungan untuk kapitalis.

"Nasib petani tembakau tidak pernah dipikirkan oleh pemerintah, bahkan banyak pihak yang membuat kebijakan untuk mengharamkan rokok, padahal kebijakan itu sangat rapuh dan tidak mungkin dilakukan di Indonesia," tuturnya menjelaskan.

Pemerintah, kata dia, seharusnya lebih memperhatikan bagaimana cara mengangkat taraf hidup rakyat yang selama ini bergantung pada sektor tembakau daripada mengeluarkan larangan merokok secara terburu-buru.

Secara terpisah, Direktur Lembaga Studi Desa untuk Petani (LSDP) Jember, Bambang Teguh Karyano mengatakan, Kabupaten Jember, dikenal sebagai kota tembakau karena banyak petani yang menanam tembakau, sebagian hasil tembakau tersebut di ekspor ke beberapa negara di dunia.

"Larangan atau fatwa haram rokok tentu akan diprotes oleh masyarakat Jember karena banyak petani yang menanam tembakau di Jember," katanya.

Produksi tembakau di Jember tahun 2006 sebanyak 15.535 ton, tahun 2007 sebanyak 14.763 ton, tahun 2008 sebanyak 17.730 ton dan tahun 2009 sebanyak 15.938 ton. (ANT070/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010