Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin memastikan bahwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Padang Panjang, Sumatera Barat 23 hingga 26 Januari mendatang akan mengeluarkan fatwa soal hukum merokok.

"Salah satu hal yang akan dibahas tuntas dalam Ijtima Ulama itu adalah soal hukum merokok, baik yang pro maupun yang kontra akan menyampaikan pandangannya, sebelum diputuskan dalam sebuah fatwa," katanya ketika menjelaskan rencana pelaksanaan "Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III" di Kantor MUI di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dalam pertemuan yang akan dihadiri sekitar 700 ulama se-Indonesia itu, akan dibahas mengenai hukum merokok secara mutlak, apakah haram, makruh, atau mubah.

Ia memperkirakan, perdebatan soal itu akan cukup menyita waktu mengingat banyak pendapat dan masukan yang berkembang seputar masalah tersebut. Belum lagi, lanjutnya, jika pembahasan berkembang ke arah yang lebih parsial seperti hukum merokok untuk anak-anak dan wanita hamil.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) RI itu menjelaskan, dalam mengeluarkan fatwa, ulama tidak mengenal istilah "voting" dan MUI sendiri telah memiliki prosedur tersendiri dalam menetapkan fatwa.

"Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan mana yang lebih maslahat bagi umat, yang dianggap baik, dan menutup kemungkinan terjadinya hal-hal yang buruk," kata kiai kelahiran Tangerang, 11 Maret 1943 itu.

Ketika ditanya tentang masih banyaknya pro kontra seputar hukum rokok di masyarakat, KH Ma`ruf Amin mengatakan, untuk itulah pertemuan para ulama se-Indonesia tersebut diadakan yakni untuk mempertemukan dan memusyawarahkan pandangan-pandangan yang berbeda-beda itu.

Ia menambahkan, sebanyak 700 ulama akan hadir dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tersebut.

Ke-700 peserta itu terdiri dari unsur Dewan Pimpinan MUI, anggota Komisi Fatwa MUI pusat, pimpinan komisi atau lembaga fatwa ormas Islam, pimpinan Fakultas Syariah UIN/IAIN, pimpinan MUI provinsi, pimpinan pondok pesantren, dan unsur perorangan (cendekiawan, ulama, habaib), serta sejumlah perwakilan dari luar negeri.

Sedangkan materi yang akan dibahas dalam Ijtima Ulama itu terbagi dalam tiga kelompok besar yakni pertama, masalah strategis kebangsaan yang meliputi prinsip Islam tentang hubungan antarumat beragama, implementasi Islam sebagai "rahmatan lil-alamin", peran agama dalam pembinaan moral bangsa, dan masalah golput dalam pemilu dan pilkada.

Kedua, masalah fikih kontemporer, terdiri dari hukum merokok, pernikahan usia dini, bank mata dan organ tubuh lain, masalah zakat, konsumsi makanan halal, persoalan wakaf dan senam pernafasan yoga.

Sedangkan masalah ketiga yang akan dibahas adalah masalah hukum dan perundang-undangan, yang meliputi RUU Jaminan Produk Halal, tindak lanjut UU Pornografi, tindak lanjut PP No.55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, tindak lanjut UU tentang Kepariwisataan, serta tindak lanjut UU Perbankan Syariah.

Sedangkan Sekretaris Umum MUI Ichwan Sam mengatakan, sebelumnya Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia I pernah dilaksanakan di Jakarta, pada 2003. Saat itu masalah yang berhasil dibahas antara lain hukum bom bunuh diri, terorisme, serta bunga bank.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia II dilaksanakan di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, pada 2006, yang antara lain berhasil membahas fatwa tentang SMS berhadiah, nikah di bawah tangan, dan pembiayaan pembangunan dengan utang.

"Rencananya, Ijtima Ulama ketiga di Padang Panjang akan dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla," kata Ichwan Sam.

Fatwa Golput

Sementara mengenai fatwa tidak menggunakan hak pilihnya (Golput) pada Pemilu, KH Ma`ruf Amin mengatakan, masalah itu akan dibahas secara menyeluruh dengan mempertimbangkan sejumlah hal, yakni Pemilu dan Pilpres sebagai agenda nasional yang perlu didukung.

Faktor peran partai politik dalam melahirkan pemimpin yang amanah juga akan dilihat sebagai bahan pertimbangan.

Karena itu, katanya, kemungkinan fatwa soal Golput itu tidak akan dipisahkan dipisahkan antara Pemilu legislatif dengan pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah.

"Substansinya kan sama, yakni memilih orang, wakil rakyat atau pemimpin, yang amanah dan mampu memperjuangkan aspirasi rakyat," katanya.

(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009