Khost, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Sedikitnya 20 orang, termasuk seorang calon dalam pemilihan parlemen mendatang, cedera Jumat ketika bom meledak di sebuah masjid di Afghanistan timur, kata seorang pejabat militer.

Ledakan itu melukai parah Sayedullah Sayed, calon yang saat itu sedang berkampanye.

Peristiwa tersebut terjadi di Bahramkhail, sebuah desa di distrik Ismailkhail di provinsi Khost, Afghanistan timur yang berbatasan dengan Pakistan, kata Jendral Nawab Khan, komandan badan koordinasi untuk pasukan Afghanistan dan NATO di Khost.

"Dua-puluh orang cedera dalam ledakan bom di dalam masjid itu," kata Khan kepada AFP.

Ia menyatakan belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas pemboman tersebut, namun ia menyalahkan "musuh-musuh Afghanistan", istilah yang digunakan untuk Taliban.

Masalah keamanan merupakan tantangan bagi pemilihan umum parlemen itu, yang dijadwalkan berlangsung pada 18 September. Dalam pemilihan presiden pada Agustus lalu, terjadi sejumlah serangan terhadap pemilih dan tempat pemungutan suara.

Ledakan di masjid itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan Taliban dan sekutunya yang meningkat lagi di Afghanistan.

Kamis, Taliban mengklaim bertanggung jawab atas jatuhnya helikopter NATO dan mengatakan, peristiwa tersebut terjadi di distrik Lashkar Gah di provinsi Helmand, Afghanistan selatan.

"Kami telah menembak jatuh sebuah helikopter NATO di daerah antara Lashkar Gah dan Nawa," kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahed, kepada AFP.

Dua prajurit asing tewas dalam insiden Kamis itu.

Sepanjang tahun ini jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan telah melampaui 390, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas angka-angka di situs independen icasualties.org.

Korban-korban terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus hari Minggu (4/7) mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.

Sekitar 10.000 prajurit lagi akan ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Marinir AS memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.

Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.

Saat ini terdapat lebih dari 140.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Delapan setengah tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu beberapa bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010