London (ANTARA News) - Seorang tentara Inggris tewas akibat ledakan di Afghanistan selatan, demikian pengumuman Kementerian Pertahanan pada Selasa, menjadikan 325 jumlah tentara negara itu tewas sejak gerakan dimulai di sana pada 2001.

Prajurit dari Resimen Zeni 36 itu bekerja dalam regu pencari bom jalanan ketika tewas akibat ledakan pada Senin di daerah Sangin, propinsi Helmand.

"Ia bagian dari regu pencari, yang terlibat dalam gerakan untuk memberi keamanan di Kabupaten Sangin saat tewas mengenaskan akibat ledakan," kata juru bicara tentara Letnan Kolonel James Carr-Smith, layaknya dikutip AFP.

Inggris memiliki sekitar 9.500 tentara di Afghanistan sebagai bagian dari kekuatan asing untuk memerangi Taliban, kebanyakan dari mereka ditempatkan di propinsi bergolak Helmand.

Lebih dari 390 tentara asing kehilangan nyawa dalam kemelut Afghanistan sejak awal tahun ini, kata hitungan AFP berdasarkan atas laman mandiri www.icasualties.org.

Peningkatan jumlah korban tewas menjadi berita buruk bagi Washington dan sekutunya, yang pemilihnya semakin putus asa oleh korban dalam perang di tempat jauh itu, yang tampak berkepanjangan dan tak berujung.

Pasukan Inggris akan menyerahkan pengawasan wilayah bergolak Samin, Helmand, kepada pasukan Amerika Serikat pada akhir tahun ini, kata Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox pada pekan lalu.

Taliban, yang mengobarkan perang terhadap pasukan asing di Afghanistan, menyatakan pasukan Inggris ditarik akibat tekanan serangan pejuang.

"Itu merupakan awal dari kekalahan pasukan Inggris di Afghanistan," kata juru bicara Taliban Yousuf Ahmadi, yang membacakan pernyataan Mullah Omar, pemimpin kelompok gerilya tersebut.

"Kami mengalahkan mereka di Sangin. Mereka akan segera dikalahkan di wilayah lain Afghanistan," tambah Ahmadi melalui telepon dari tempat dirahasiakan.

Pasukan Inggris mengalami kekalahan terbesar di Sangin, tempat lebih dari 100 prajuritnya tewas di kota pasar itu dan daerah sekitarnya atau hampir sepertiga dari seluruh korban asal Inggris sejak tentara negara itu terlibat dalam perang di Afghanistan pada 2001.

Perdana Menteri Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan kepada radio Inggris BBC pada Rabu bahwa negaranya bisa mulai menurunkan jumlah tentaranya dari 9.500 saat ini di Afghanistan segera pada tahun depan jika pasukan setempat dapat mengambil alih kendali keamanan.

Pasukan Inggris di Afghanistan berjumlah terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Cameron pada bulan lalu menyatakan ingin tentaranya mundur dari Afghanistan dalam lima tahun, tanpa menentukan jadwal waktu tepatnya.

Pengumuman Inggris mengenai rencana penarikan pasukan itu disampaikan di tengah peningkatan jumlah prajurit asing tewas di Afghanistan.

Pemerintah gabungan baru di London menjadikan perang di Afghanistan kebijakan utama politik luar negerinya.

Namun, dengan Inggris menghadapi kesulitan anggaran, pemerintah Perdana Menteri David Cameron ingin mengurangi biaya di Kementerian Pertahanan sampai sedikitnya 25 persen, meskipun telah berikrar menambah dukungan tentara.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan perlawanan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001, karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Ladin, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah negara adidaya itu, yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
(Uu.B002/H-AK/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010