London (ANTARA News/AFP) - Anggota parlemen di London pada Rabu menyatakan akan mulai menyelidiki perang Afghanistan, mengkaji alasan pasukan Inggris tetap di sana sembilan tahun setelah serbuan dan apakah mereka berhasil.

Panitia bentukan komisi pertahanan Majelis Rendah meminta bukti tertulis tentang "pembenaran kesertaan berkelanjutan" 10.000 tentara Inggris di persekutuan asing di Afghanistan.

Di tengah jajak pendapat menunjukkan kekurangan dukungan rakyat bagi tugas itu, anggota parlemen tersebut juga akan memeriksa "keberhasilan pemerintah dalam menyampaikannya kepada rakyat Inggris".

Perdana David Cameron menyeru pasukan tempur Inggris keluar dari Afghanistan pada 2015 dan anggota parlemen itu akan meneliti jadwal tersebut, selain keberhasilan dalam pelatihan pasukan Afghanistan, yang dapat membuatnya terjadi.

Selain itu, mereka akan menyelidiki masalah korban di kalangan rakyat Afghanistan dalam perang tersebut dan keberhasilan upaya pemantapan dan pembangunan kembali negara terkoyak perang itu.

Dengar pendapat dijadwalkan dimulai pada akhir tahun ini, kata panitia itu. Parlemen mulai libur musim panas pada Selasa, namun kembali bersidang pada 6 September.

Sebagian besar dari pasukan Inggris bermarkas di wilayah rawan Afganistan selatan dan 325 tentara negara itu tewas dalam gerakan tersebut sejak serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001.

Penyelidikan kedua, direncanakan diumumkan pada September, akan memeriksa "kaitan penyelesaian politik" di Afghanistan, tambah panitia itu tanpa merinci.

Lebih dari 390 tentara asing kehilangan nyawa dalam kemelut Afghanistan sejak awal tahun ini, kata hitungan AFP berdasarkan atas laman mandiri www.icasualties.org.

Peningkatan jumlah korban tewas menjadi berita buruk bagi Washington dan sekutunya, yang pemilihnya semakin putus asa oleh korban dalam perang di tempat jauh itu, yang tampak berkepanjangan dan tak berujung.

Pasukan Inggris akan menyerahkan pengawasan wilayah bergolak Samin, Helmand, kepada pasukan Amerika Serikat pada akhir tahun ini, kata Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox pada tengah Juli.

Taliban, yang mengobarkan perang terhadap pasukan asing di Afghanistan, menyatakan pasukan Inggris ditarik akibat tekanan serangan pejuang.

"Itu merupakan awal dari kekalahan pasukan Inggris di Afghanistan," kata juru bicara Taliban Yousuf Ahmadi, yang membacakan pernyataan Mullah Omar, pemimpin kelompok gerilya tersebut.

Pasukan Inggris mengalami kekalahan terbesar di Sangin, tempat lebih dari 100 prajuritnya tewas di kota pasar itu dan daerah sekitarnya atau hampir sepertiga dari seluruh korban asal Inggris sejak tentara negara itu terlibat dalam perang di Afghanistan pada 2001.

Perdana Menteri Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan kepada radio Inggris BBC pada tengah Juli bahwa negaranya bisa mulai menurunkan jumlah tentaranya dari 9.500 saat ini di Afghanistan segera pada tahun depan jika pasukan setempat dapat mengambil alih kendali keamanan.

Pasukan Inggris di Afghanistan berjumlah terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Cameron pada Juni menyatakan ingin tentaranya mundur dari Afghanistan dalam lima tahun, tanpa menentukan jadwal waktu tepatnya.

Pengumuman Inggris mengenai rencana penarikan pasukan itu disampaikan di tengah peningkatan jumlah prajurit asing tewas di Afghanistan.

Pemerintah gabungan baru di London menjadikan perang di Afghanistan kebijakan utama politik luar negerinya.

Namun, dengan Inggris menghadapi kesulitan anggaran, pemerintah Perdana Menteri David Cameron ingin mengurangi biaya di Kementerian Pertahanan sampai sedikitnya 25 persen, meskipun telah berikrar menambah dukungan tentara.(*)
(B002/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010