Temanggung (ANTARA News) - Para penambang pasir di kompleks situs Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, kembali menemukan bangunan kuno berupa pagar terbuat dari batu yang di atasnya terdapat sejumlah "mercu" (batu menyerupai pion buah catur).

Seorang warga Liyangan, Tambah, di Temanggung, Kamis, mengatakan, bangunan pagar tersebut ditemukan para penambang pada pekan lalu.

Bangunan pagar setinggi 175 centimeter dengan tebal sekitar satu meter dan panjang pagar yang telah kelihatan sekitar tiga meter dan di atasnya terdapat tujuh mercu yang masih utuh.

Letak pagar tersebut berjarak sekitar 12-15 meter arah timur laut dari bangunan rumah yang terbuat dari kayu yang kini telah menjadi arang.

Selain bangunan pagar, penambang juga menemukan potongan tulang binatang yang diperkirakan tulang jari karena salah satu ujungnya berkuku.

Berdasar gambaran hasil survei penjajakan Balai Arkeologi menyimpulkan bahwa Situs Liyangan yang ditemukan pertama pada 2008 merupakan situs dengan karakter kompleks. Indikasi sebagai situs permukiman, situs ritual, dan situs pertanian.

Kompleksitas karakter tersebut membawa pada pemikiran bahwa situs Liyangan adalah bekas perdusunan yang pernah berkembang pada masa Mataram Kuno. Ragam data dan karakter ini tergolong istimewa mengingat temuan ini satu-satunya situs yang mengandung data arkeologi berupa sisa rumah masa Mataram Kuno.

Batasan imajiner situs Liyangan berdasarkan survei diperkirakan sekitar dua hektare. Di area tersebut tersebar data arkeologi yang menunjukkan sebagai situs permukiman masa Mataram Kuno. Mengingat sebagian situs terkubur lahar, sangat mungkin luasan situs lebih dari hasil survei.

Hasil penelitian tim Balai Arkeologi menyimpulkan bahwa data arkeologi berupa sisa-sisa rumah berbahan kayu dan bambu merupakan situs permukiman masa Mataram Kuno sekitar 1.000 tahun lalu.

Data tersebut merupakan satu-satunya yang pernah ditemukan di Indonesia sehingga memiliki arti sangat penting bukan hanya bagi pengembangan kebudayaan di Indonesia, tetapi juga dalam skala internasional. Untuk itu perlu dilakukan upaya penyelamatan guna penelitian dunia ilmiah. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010