Jakarta (ANTARA News) - Indonesian Parliamentary Center menilai DPR RI masih belum banyak menunjukkan perubahan kinerja dalam satu tahun masa persidangannya dan bahkan lembaga itu semakin memperburuk citranya.

"Menjelang setahun paska pelantikan, DPR masih disibukkan dengan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKP). Masih 24 persen anggota yang belum menyetorkan LHKPN," kata Hanafi, Divisi Riset IPC, di Jakarta, Jumat.

Padahal, ia menambahkan, aturannya batas akhir penyerahan LHKPN adalah dua bulan setelah pelantikan.

"Ini memprihatinkan. Sebagai konstituen, tentu kita mempertanyakan komitmen 128 anggota tersebut terhadap pemberantasan korupsi," ujarnya.

LHKPN merupakan salah satu jaminan pelaksanaan mandat dari konstituen. Sebaliknya, tidak menyerahkan LHKPN dapat dijadikan indikator penghianatan terhadap pemilih.

Dikatakannya meski tanpa sanksi, LHKPN bukan tanpa maksud. Anggota DPR, harusnya menyadari kosekuensi pilihan hidup sebagai pejabat publik.

"Mana pendapatan pribadi dan mana pendapatan selama menjabat haruslah jelas," katanya.

Dengan LHKPN dapat diukur apakah terdapat penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi dengan cara membandingkan LHKPN dengan fakta sebenarnya.

Pada bagian lain, IPC memandang bahwa publik menangkap kesan DPR hanya bersemangat jika membicarakan aturan tentang hak anggota, tetapi, malas-malasan jika membicarakan masalah tentang tugas dan kewajiban anggota.

Pemberitaan mengenai plesiran anggota DPR ke luar negeri dengan dalih studi banding masih menghiasi pemberitaan-pemberitaan di media. Awal juli lalu, BURT DPR studi banding ke Prancis, Jerman dan Maroko. Hasilnya, DPR akan membuat rumah aspirasi per daerah pemilihan pada tahun 2011.

BURT mengklaim hasil kunjungan ke tiga negara tersebut adalah usulan untuk mendirikan rumah aspirasi di setiap daerah pemilihan. "Ini tentu mengejutkan. Untuk mengusulkan `blue print` rumah aspirasi DPR mengeluarkan biaya Rp 2,9 miliar," ujarnya.

Padahal, ia menambahkan, DPR memiliki lembaga penelitian pendukung, yaitu Pusat Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI) sebagai penyedia layanan informasi tentang DPR. Tentunya tidak butuh dana sebesar itu jika DPR mampu mengoptimalkan sumberdaya di P3DI.

Informasi tentang pengelolaan parlemen di negara lain juga bisa diperoleh melalui jaringan Inter-Parliamentary Union (IPU), dimana parlemen Indonesia menjadi salah satu anggotanya.

"Dengan menggunakan jaringan ini, kerja DPR akan lebih mudah dan murah. Bahkan sekretariat IPU siap memberikan asistensi untuk mendukung kinerja DPR. Tentu, Badan Kerjasama Antar Parlemen bisa memanfaatkan jaringan ini untuk persiapan pembentukan rumah aspirasi," ujarnya.(*)

(T.D011/S025/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010