Jakarta (ANTARA News) - Penasehat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudhohusodo mengatakan saat ini petani kebingungan karena terjadi perubahan iklim oleh sebab itu ke depan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) harus mampu memprediksi cuaca dengan baik.

"Petani kita adalah petani tradisional yang tahunya musim hujan Oktober-April, dan musim kemarau April-Oktober. Namun sekarang hujan masih turun di beberapa tempat," kata anggota Komisi IV DPR ini di Jakarta, Minggu.

Sebelumnya diberitakan, Siswono yang juga mantan Ketua Umum HKTI, telah ditunjuk menjadi penasehat HKTI yang dipimpin Oesman Sapta.

Siswono mengatakan ancaman perubahan iklim yang ditakutkan beberapa waktu lalu kini sudah mulai terjadi.

Ia mengatakan saat ini yang paling menderita akibat adanya perubahan iklim adalah petani karena petani sangat tergantung kepada iklim.

Ia mengatakan budidaya pertanian yang tergantung kepada kondisi cuaca perlu melakukan penyesuaian.

Untuk itu, sekali lagi Siswono meminta BMKG mampu melakukan prediksi iklim dan cuaca dengan baik.

Siswono mengatakan BMKG juga harus mampu menyosialisasikan ramalannya dengan baik kepada petani.

Ia mengatakan jika BMGK tidak mampu meramal dengan baik maka petani akan kesulitan untuk menanam tanaman.

Ia mengatakan, ada tanaman yang pada masa awalnya memerlukan air dan saat panen tidak. Ada pula tanaman yang cocok ditanam di musim hujan dan ada yang cocok dimusim kemarau.

Sebagai contoh, pada saat ini banyak panen produk pertanian yang gagal karena saat ini di berbagai daerah masih mengalami musim hujan.

Akibatnya, panen cabai dan beberapa komoditas lainnya menjadi gagal sehingga terjadi kelangkaan dan harga melonjak.

Mengenai apakah kenaikan harga-harga bahan pokok dan pertanian menguntungkan petani, Siswono mengatakan petani yang panen memang diuntungkan tapi petani yang gagal panen dirugikan.

"Jadi tidak bisa digeneralisir," katanya. Ia memberi contoh, petani cabai yang gagal panen tentu rugi, namun petani yang panen untung besar karena harganya bisa mencapai di atas Rp50 ribu per kilogram. (*)
(U002/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010