Seoul (ANTARA News/AFP) - Korea Utara hari Minggu memperbarui ancamannya untuk melakukan pembalasan militer menjelang kunjungan ke Korea Selatan oleh seorang utusan AS.

Ancaman baru itu dilontarkan ketika Seoul dan sekutunya, Washington, tampaknya akan memberlakukan sanksi-sanksi baru terhadap Pyongyang.

Korea Utara akan menghukum Korea Selatan "dengan keras dan tanpa ampun" karena melakukan latihan militer gabungan dengan AS, kata surat kabar partai berkuasa, Rodong Sinmun, menunjuk pada pamer kekuatan belum lama ini di wilayah perairan lepas pantai semenanjung Korea.

"Seperti yang sudah diumumkan, kami akan membalas keras dengan perang suci kami yang berdasarkan atas penangkal nuklir," katanya, dengan menuduh Seoul mendorong situasi ke ambang perang.

Ketegangan lintas-batas meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo sebuah kapal perang Seoul yang menewaskan 46 orang pada akhir Mei.

Pasukan AS dan Korea Selatan pekan lalu menyelesaikan latihan udara dan laut selama empat hari -- yang pertama dari serangkaian latihan -- yang kata mereka dimaksudkan untuk memperingatkan Korea Utara mengenai serangan lebih lanjut.

Robert Einhorn, penasihat khusus kementerian luar negeri AS urusan pengawasan senjata dan non-proliferasi, dijadwalkan tiba di Seoul pada Minggu malam untuk perundingan mengenai bagaimana memberlakukan sanksi-sanksi terhadap Korea Utara, kata beberapa pejabat kementerian luar negeri.

Ketegangan meningkat sejak tenggelamnya kapal perang Korea Selatan Cheonan pada 26 Maret.

Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.

Korea Utara telah membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal Cheonan di dekat perbatasan laut yang disengketakan kedua negara Korea itu.

Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.

Sebanyak 46 orang awak Korea Selatan tewas ketika kapal perang itu tenggelam di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada Maret lalu dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.

Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.

Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.

Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".

Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.

"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.

Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010