Jakarta (ANTARA News) - Pengacara mantan Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah, Luhut MP Pangaribuan, mengatakan bahwa tim Jaksa Penuntut Umum KPK tidak dapat menemukan fakta telah terjadi korupsi oleh kliennya dalam pengadaan enam mobil pemadam kebakaran.

"Dari ketiga uraian JPU tadi analisis kita, dia (JPU) tidak dapat menemukan fakta bahwa Pak Ismeth melakukan korupsi mobil pemadam kebakaran (damkar), sehingga berpeluang besar Pak Ismeth tidak melakukan itu," kata Luhut, usai pembacaan tuntutan oleh JPU KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Senin.

Menurut dia, dalam uraian JPU seolah-olah terdakwa Ismeth Abdullah yang melakukan pengadaan barang dan jasa. Padahal, katanya, selama persidangan disebutkan Pimpinan Proyek (Pimpro) dan panitia lelang lah yang melakukannya.

"JPU juga menyebutkan bahwa Pak Ismeth mengadakan penyertaan dengan Hengky Samuel Daud. Padahal mereka kenal di pesta kawin, dan itu tidak melawan hukum karena itu peristiwa sosial," kata Luhut.

Hal lainnya adalah JPU memindahkan Berita Acara Perkara (BAP) ke dalam surat tuntutannya. Padahal alat bukti yang sah yang digunakan harusnya yang ada dalam sidang, tambah Luhut.

Ia mengatakan ada kesan pengadaan damkar dilakukan sama dengan pengadaan di daerah lain yang melanggar hukum, karena itu pengadaan di Kepri harus dihukum juga. "Ini generalisasi yang keliru dan ini akan kita perbaiki dalam pledoi," katanya.

Menurut dia, Otorita Batam tidak memiliki hubungan struktural dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), prosedur pengadaannya pun berbeda.

Jika ada kesamaan pemasok, katanya, itu hal yang tidak disengaja.

"Uraian fakta yang disampaikan JPU keliru dan salah, dan Pak Hakim juga tadi terlihat gelisah mendengar tuntutan itu," lanjut Luhut.

Sebelumnya dalam tuntutan yang dibacakan JPU KPK, Rudi Margono, Ismet Abdullah dianggap bersalah telah melakukan penunjukan langsung terhadap PT Satal Nusantara dalam pengadaan enam mobil pemadam kebakaran yang merugikan negara Rp5,4 miliar.

JPU menuntut mantan Gubernur Kepri tersebut enam tahun penjara, denda Rp200 juta serta subsider enam bulan kurungan.

(V002/A041/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010