Kolombo (ANTARA News/AFP) - Ribuan pria, wanita dan anak-anak yang terlantar akibat perang saudara di Sri Lanka hingga kini masih tinggal di tempat terbuka, 15 bulan setelah perang berakhir, kata partai politik Tamil, Senin.

Aliansi Nasional Tamil (TNA) menyatakan, janji pemerintah bahwa warga sipil akan diizinkan kembali ke rumah mereka belum dipenuhi.

"Masih ada lebih dari 3.000 keluarga yang tinggal di bawah pepohonan karena militer menduduki rumah mereka atau tidak mengizinkan mereka kembali ke desa asal mereka," kata anggota parlemen TNA Suresh Premachandran.

Data resmi menunjukkan bahwa lebih dari 300.000 warga sipil Tamil dikurung di kamp-kamp penahanan ketika perang berakhir pada Mei tahun lalu. Mereka diberi kebebasan pada akhir tahun lalu setelah tekanan internasional gencar terhadap Kolombo.

Premachandran mengatakan, partainya mengumpulkan rincian mengenai sedikitnya 3.000 keluarga yang diizinkan keluar dari kamp-kamp pemerintah itu namun mereka tidak bisa pulang ke rumah mereka.

Pasukan "memburu lagi" warga sipil bila mereka berusaha pulang ke desa mereka di wilayah Wanni, Sri Lanka utara, kata Premachandran.

"Militer menang perang (atas Macan Tamil) namun mereka tidak bisa bertindak seperti ini," kata Premachandran kepada wartawan di Kolombo. "Penduduk tinggal di bawah pepohonan. Apakah ini rekonsiliasi nasional?"

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010