Bandung (ANTARA News) - Pertemuan Tahunan ke-6 Bank Pembangunan Islam atau IDB di Bandung 6-9 Agustus 2010 yang membahas program kemandirian dalam produksi vaksin, menoleh kepada Indonesia sebagai salah satu negara penghasil vaksin terkemuka di dunia.

Rekomendasi Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN) Prof Dr Zuhal agar Indonesia melalui PT Bio Farma (Persero) menjadi "hub" atau sentra penghasil vaksin untuk dunia terutama bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) ditanggapi positif oleh delegasi peserta pertemuan tahunan itu.

Bahkan ketiga pakar vaksin dari Australia dan Belgia, Prof Christopher Parish dari Australian National University, Prof. David Jackson dari University of Melbourne, dan Direktur BioNet Asia Co. Ltd Dr Jean Petre, melihat peran Indonesia dalam pengembangan vaksin signifikan sehingga negara-negara Islam perlu bekerja sama dengan Indonesia.

Terbukti, dari pertemuan tahunan itu, delegasi Pasteur Institute of Iran sebagai produsen vaksin di negeri "Revolusi Islam" itu siap menjalin kerja sama dengan Bio Farma dalam pengembangan produksi vaksin BCG (Bacilli Calmette-Guerin).

"Kerja sama dengan Indonesia yang lebih berpengalaman dalam industri vaksin sangat dibutuhkan oleh Iran," kata Manajer Pusat Pengembangan Bisnis Pasteur Institute of Iran Keivan Shokrae.

Menurut Keivan, selama ini Iran telah mampu memproduksi beberapa jenis vaksin namun masih dilakukan secara tradisional.

Oleh karena itu Iran merasa perlu belajar banyak dari Indonesia sebagai negara penghasil vaksin yang telah memenuhi standar oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Selain itu, Indonesia memiliki lembaga pengawas yakni Badan Pengawas obat dan Makanan (BPOM) yang juga telah mendapat pengakuan dari WHO.

Ia mengatakan, Iran memiliki kemampuan dalam industri vaksin namun sejauh ini belum satupun produk yang memenuhi prakualifikasi dari WHO.

Pakistan juga menyatakan sangat perlu bekerja sama dengan Indonesia yang lebih maju dalam produksi dan pengembangan vaksin.

Kepala Produksi Biologi pada National Institute of Health (NIH) Pakistan Nasreen K Nomani siap membangun kerja sama intensif dan belajar lebih banyak dari negara Islam lain yang telah memiliki industri vaksin yang lebih maju seperti Indonesia.

Dalam waktu dekat, katanya, Pakistan akan mengirimkan delegasi untuk mengikuti program pelatihan dan pengembangan riset dan teknologi di Bio Farma.

"Produksi vaksin kami didanai pemerintah tetapi terbatas dan hal itu menjadi kendala riset dan pengembangan tekonologi. Kami lebih mengarahkan riset vaksin campak dan tetanus," katanya.

Jean Petre berpendapat perlunya kerja sama riset di negara-negara Islam dengan memanfaatkan teknologi yang sedang dikembangkan.

"Kerja sama riset diarahkan bukan menggunakan teknologi yang sudah ada. Bila menggunakan teknologi yang sudah ada, maka biayanya menjadi mahal karena harus membayar royalti bagi pemilik teknologi," kata Jean Petre.

Pertemuan Tahunan ke-6 IDB itu merumuskan Resolusi Bandung yang berisi strategi pengembangan vaksin di negara-negara Islam.

"Resolusi Bandung merupakan dasar bagi negara Islam melakukan kerja sama menuju kemandirian vaksin, sekaligus mempererat kerja sama antarnegara anggota IDB," kata Ketua Delegasi IDB Mohammed Ali Toure.

Menurut Toure, kerja sama harus dikembangkan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk mampu mengelola sumber daya alam yang cukup melimpah di negara-negara Islam.

"Pembagian teknologi antar negara anggota IDB harus dilakukan sebagai sebuah strategi baru. Kerja sama itu merupakan kunci keberhasilan dari inisiatif kemandirian vaksin," katanya.

Delegasi dari Mali Saidou Tembely menyambut baik inisiatif peningkatan kerja sama dan komunikasi dalam pengembangan dan mendorong kemandirian vaksin.

Bio Farma pun menyatakan komitmennya untuk memberikan dukungan kepada negara-negara anggota IDB untuk menuju kemandirian vaksin.

"Bio Farma siap mendukung pelatihan SDM untuk pengembangan vaksin di negara-negara anggota IDB," kata Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Iskandar.(*)
(T.B009/B/A025/R009)

Oleh Oleh Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010