Jakarta (ANTARA News) - Mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Sutiyoso, menegaskan tidak setuju  adanya sejumlah pihak yang menginginkan kepindahan ibukota negara dari Jakarta ke kota lain, karena sudah menjadi megapolitan dan kota inti yang dikelilingi kota-kota kecil.

"Saya tidak setuju dengan adanya pemindahan ibukota karena Jakarta sudah menjadi megapolitan dan kota inti yang dikelilingi kota-kota kecil, mengurangi fungsi Jakarta memang solusi baik, tetapi dengan seperti itu kemacetan tidak hilang begitu saja," kata Sutiyoso, dalam diskusi Wacana Pemindahan Ibukota yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), di Jakarta, Selasa.

Jumlah penduduk Jakarta diproyeksikan sekitar 8,9 juta jiwa, berdasarkan perhitungan tahun 2009, sedangkan didaerah sekitarnya seperti di Botabek mencapai 25,4 juta jiwa, dengan jumlah penduduk Jakarta yang begitu banyaknya beban Jakarta sudah sedemikian berat apalagi dengan kemacetan yang disebabkan menumpuknya kendaraan yang melintas.

"Pemindahan ibukota adalah pemikiran yang bagus, tetapi yang dipikirkan adalah kemacetan yang terjadi di ibukota, cari ahli-ahli yang dapat menyelesaikan masalah ini, " katanya.

Wakil Ketua Komisi II DPR-RI Teguh Juwarno, mengatakan salah satu faktor berat di Indonesia adalah infrastrukturnya terutama kemacetan dan kepastian hukum.

Menurut dia, kerugian akibat kemacetan diperkirakan mencapai Rp65 triliun, bila dihitung dalam satu masa pemerintahan, maka Rp300 triliun terbuang percuma karena kemacetan, untuk menyelesaikan permasalahan ini dibutuhkan pendekatan secara radikal.

Pakar ekonomi FE UI, Priyono, mengatakan bahwa pemerintah harus berani memindahkan ibukota negara, dan jangan banyak pertimbangan.

Bila tidak berani, menurut dia, maka lima hingga sepuluh atau 20 tahun mendatang ibukota negara akan tetap berada di Jakarta, dan tidak akan dipindah.

Ada beberapa kota, menurut dia, yang layak dijadikan ibukota baru, yaitu Palangkaraya (Kalimantan Tengah) dan Jonggol (Jawa Barat), serta Sulawesi Selatan.

Untuk menjadi ibukota negara yang baru, ia mengemukakan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain memiliki jaringan infrastruktur yang baik dan terhubung dengan pusat aktivitas bisnis, kepadatan penduduknya relatif rendah sehingga memungkinkan kota untuk berekspansi dalam jangka waktu yang panjang.
(T.M-ADH/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010