Bantul (ANTARA News) - Gelombang laut di pantai selatan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam beberapa hari ini mencapai lebih dari tiga meter sehingga sejumlah nelayan memilih untuk tidak melakukan aktivitas melaut.

"Kondisi gelombang dan angin di laut saat ini sedang tinggi mencapai sekitar tiga meter sehingga kami memilih untuk beristirahat dan tidak melaut daripada berisiko jika memaksakan melaut," kata M Taufiq nelayan di Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, Rabu.

Menurut dia, kondisi ini biasanya berlangsung sampai beberapa minggu ke depan sehingga banyak nelayan yang kemudian memilih untuk bercocok tanam di lahan pasir sambil menunggu kondisi gelombang normal.

"Sebagian dari nelayan juga mencoba untuk mencari ikan dengan menebar jala di pantai, namun ini hasilnya tidak begitu bagus karena memang saat ini sedang jarang ikan," katanya.

Nelayan di Pantai Pandansimo Baru, Bantul Hartanto mengatakan di wilayah ini saat ini ada 21 kapal nelayan mangkrak karena tidak berani melaut akibat gelombang tinggi yang mencapai tiga meter.

"Namun memang saat ini sedang paceklik ikan, meskipun kami memaksakan melaut hasil tangkapan kemungkinan tidak akan bagus, belum lagi harus menanggung risiko dihantam ombak tinggi," katanya.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyatakan gelombang tinggi di pantai selatan Yogyakarta akan tetap terjadi hingga satu minggu ke depan.

"Saat ini gelombang laut memang cukup tinggi bisa mencapai tiga meter, hal ini dipengaruhi kecepatan angin masih 27 kilometer per jam, sedangkan kecepatan normal hanya 18 kilometer per jam," kata Staff Data dan Informasi BMKG Yogyakarta Sigid Hadi Prakosa.

Menurut dia, gelombang tinggi juga dipicu kecepatan angin yang juga tinggi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia sekitar 1.032 milibar, sedangkan tekanan udara di Asia rendah yakni di bawah 1.000 milibar.

"Perbedaan tekanan udara inilah yang menyebabkan kecepatan angin yang melewati perairan Indonesia menjadi cepat dan memicu gelombang tinggi," katanya.
(V001/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010