Oleh John Nikita S.

Jakarta (ANTARA News) - Selama mentari bersinar dan hujan masih membasahi bumi, kehidupan segenap mahluk akan terus berlangsung. Demikian pula terjadi dalam dunia musik, yang terus berkembang sejak jaman klasik hingga rock `n` roll dan new wave.

Pandangan itu setidaknya diyakini oleh kelompok musik SLANK, yang secara tegas dikatakan Bimbim sebagai "evolusi masih berlangsung".

Dalam catatan sejarahnya, SLANK berasal dari sekelompok pelajar SMA Perguruan Cikini Jakarta, yang pada 1983 akhir membentuk band dengan nama Cikini Stones Complex. Dulu, banyak orang suka menyebut mereka dengan singkatan CSC.

Pada fase ulat ini, Bimio Setiawan alias Bimbim, Welly (vokal), Uti (vokal), Boy (gitar), Kiki (gitar), dan Abi (bas) terkenal sebagai salah satu "cover band" kelompok musik legendaris asal Inggris, Rolling Stones.

Selama 13 tahun pertama perjalanannya, CSC banyak mengalami pasang surut personel dan sempat berganti nama menjadi Red Devil, sebelum akhirnya memantapkan diri dengan nama Slank pada 1990, bersamaan dengan peluncuran album debutnya yang dijuduli "Suit-Suit Hehehe (Gadis Sexy).

Sejak memakai nama Slank band ini berkomitmen untuk menyanyikan lagu-lagu ciptaannya sendiri. Lirik lagu mereka tulis dengan menggunakan "Indonesian slank" (bahasa gaul), dengan pertimbangan saat itu bahwa bahasa resmi sulit atau bahkan tidak cocok untuk musik rock `n` roll yang mereka usung.

Setelah "Gadis Sexy" sukses di pasaran, sampai dengan pertengahan 1996 SLANK berhasil menelurkan empat album berikutnya, yakni "Kampungan" (1991), "Piss" (1993), "Generasi Biru" (1995), dan "Minoritas" dengan single kontroversi "Gosip Jalanan" (1996).

Lantaran lagu tersebut, Slank belum lama ini sempat dipanggil untuk dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Selama 1990-1996, pasang surut terus terjadi dalam tubuh band ini, hingga terbentuk formasi ke-14 hingga sekarang, yakni Bimbim, Kaka, Ridho, Abdi, dan Ivanka, ditandai dengan diluncurkannya album ke-6, "Lagi Sedih" oada akhir 1996.

Jalur indie


Berbeda dari kebanyakan band indie yang sangat rindu direkrut oleh label besar. Slank justru memilih keluar dan memproduksi album-albumnya sendiri.

Kehadiran Abdi Negara, yang sering dipanggil Abdee Slank, cukup membawa perubahan besar. Pasalnya, gitaris asal Palu ini juga merangkap peran produser.

Menurut Abdee, band indie memiliki keuntungan dapat menentukan kapan saja waktu untuk membuat dan meluncurkan album. "Kalau di label, kita harus ikut pertimbangan dan strategi mereka."

Selain pemikiran tersebut, langkah Slank keluar dari label kemungkinan besar karena band ini sudah memilki jutaan penggemar fanatik yang disebut slankers, tersebar di hampir seluruh daerah Tanah Air, Sabang sampai Merauke.

Tidak heran, setiap album Slank selalu laku keras di atas angka platinum (75.000 keping).

"Semua itu melalui proses, yang sebenarnya tidak semudah yang mungkin dipikirkan banyak orang. Kami sendiri sangat bersyukur atas apa yang sudah tercapai sampai hari ini," kata Bimbim dalam jumpa pers menjelang pentas Slank di acara konser Marlboro Rocks in Orchestra, di Alun Alun Utara Keraton Surakarta, Solo, Jawa Tengah, akhir pekan lalu.

Setelah album "Lagi Sedih", SLANK kemudian meluncurkan album "Tujuh" (1997), "Mata Hati Reformasi" (1998), "999+09" (1999), Virus (2001), "Satu Satu" dan "Bajakan" (2003), "Road to Peace" (2004), PLUR (Peace, Love, Unity and Respect, 2005), Slankisme (2006), Slow But Sure dan OST Film Get Married (2007), dan paling akhir "Slank - The Big Hip (2008), yang merupakan album kolaborasi dengan band rock di Jepang.

HUT ke-25

Penampilan SLANK di acara konser Marlboro Rocks in Orchestra merupakan perpaduan antara program musik tahunan yang digagas Marlboro Filter Kretek dan perayaan HUT ke-25 SLANK.

Program itu sendiri dimulai sejak 2006, menampilkan band-band indie maupun label yang beraliran keras namun sukses di pasaran.

Berbeda dari dua penyelenggaraan sebelumnya, pada konser tahun 2008 pertunjukan dikonsepkan sebagai kolaborasi band dan orkestra, dimana SLANK tampil utuh dan diiringi Andreas Orchestra.

Pertunjukan digelar di enam kota, yakni Madiun, Kediri, Malang, Jember, Solo, dan Semarang (24/1), dengan menampilkan dua band pendamping, yakni KOIL asal Bandung dan Andra & The Backbone (Jakarta).

Menurut pihak penyelenggara, konser di Solo disaksikan tidak kuirang dari 40.000 penonton.

Sejak sore hari, sekitar pukul 17.00 WIB, para slanker di Solo maupun dari kota-kota sekitarnya mulai berdatangan. Ada yang berjalan kaki, banyak pula yang berkonvoi dengan sepeda motor sambil membawa bendera SLANK.

Konser dibuka penampilan band lokal "Down For Life", yang membawakan empat lagu ciptaan sendiri, masing-masing "Pembusukan Moralitas", "Pasukan Babi Neraka", "Liturgi", dan "Tertikam".

Pertunjukan untuk "pemanasan" ini berakhir beberapa saat sebelum Adzan Magrib berkumamdang.

Dua jam setelah itu barulah pertunjukan sesungguhnya digelar, diawali penampilan KOIL dan Andra & The Backbone.

Alun-Alun Utara Keraton Surakarta, yang luasnya sekira 2/3 lapangan sepakbola, benar-benar penuh terisi penotion, ketika Kaka, Bimbim, Ridho, Ivanka dan Abdi naik ke atas pentas dalam iringan musik Marloboro Country versi orkestra.

Setelah itu, teriakan histeris, koor penonton, dan tepuk tangan teratur terdengar dari arah depan dan sisi kiri maupun kanan panggung mengiringi lagu-lagu hits SLANK, mulai dari "Rock `n` Roll" hingga nomor pamungkas, "Kamu Harus Pulang".

Sebanyak 19 lagu yang dinyanyikan Kaka dalam konser itu memiliki tema beragam, ada percintaan, persahabatan, perdamaian dan masalah sosial.

Pesan khusus dilontarkan sang vokalis sebelum membawakan lagu "Virus" yang bertema perdamaian.

"Semoga virus kami ini terdengar sampai di Israel dan Palestina," katanya, disambut tepuk tangan meriah dari penonton.

SLANK sendiri memang menyatakan tidak ingin membatasi diri pada tema tertentu dalam membuat karya lagu. Karena itu, banyak sekali ragam musik yang mereka masukkan, meski dasarnya tetap rock `n` roll.

Menurut Bimbim, kelompoknya dalam menciptakan lagu selalu melihat pada kehidupan yang terjadi di tengah masyarakat. "Karena itu pula, musik kami akan terus berkembang sesuai kondisi dalam masyarakat."

Sehubungan usianya yang sudah 25 tahun dan cukup banyak menghasilkan album-album hits, SLANK pun saat ini mulai disebut sebagai band legendaris.

Menanggapi hal itu, Bimbim secara santai mengatakan, "Legendaris itu artinya sudah mati Mas. SLANK masih terus berlanjut. Evolusi belum berhenti." (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009