Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Forum Studi Aksi Demokrasi (FOSAD) Faisal Riza Rahmat mengatakan, pihaknya akan mengadakan aksi damai berupa penyebaran stiker dan selebaran yang bertuliskan "Ganyang Malaysia" terkait pelanggaran yang dilakukan pihak Malaysia di perairan Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, Jumat (13/8).

Faisal mengemukakan hal itu kepada pers di Jakarta, Rabu, menanggapi insiden di perairan NKRI yaitu Polisi Diraja Malaysia menembaki dan menahan tiga petugas pengawas laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia yang saat itu sedang melakukan tugas penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia.

Menurut Faisal, aksi damai yang akan dilakukan jajaran FOSAD berupa penyebaran stiker tersebut akan dilakukan pada Jumat (20/8), setelah Shalat Jumat yang bertujuan agar pemerintah Malaysia bersedia meminta maaf kepada rakyat Indonesia, atas pelanggaran hukum di perairan NKRI.

Selain itu, jajran FOSAD juga kana melakukan pemantauan warga Malysia di sejumlah kota, seperti Jakarta, Medan, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar.

"Kegiatan pemantauan tersebut dilakukan agar warga Malaysia yang berada di Indonesia segera kembali ke negaranya. Kegiatan ini sebagai bentuk protes dari komponen masyarakat FOSAD atas pelanggaran hukum Malaysia di perairan Indonesia," katanya.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia telah mengirim nota diplomatik memprotes akan pelanggaran perbatasan ke perairan Indonesia yang dilakukan oleh nelayan dan petugas keamanan Malaysia.

"Kami telah mengkonfirmasi berdasarkan koordinat bahwa kejadian terjadi di perairan Indonesia, dengan ini Kemlu melayangkan nota diplomatik ke Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta pada jam 11.00 WIB," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Jakarta, Rabu.

Insiden yang terjadi pada 13 Agustus ketika polisi laut Malaysia mencegat dan menahan tiga petugas dari Kementerian Kelautan dan Perairan (KKP) Propinsi Kepulauan Riau, yang menangkap kapal nelayan Malaysia mengambil ikan di perairan Indonesia kemuadian mengawal kapal berawak tujuh nelawan menuju pelabuhan di Batam.

"Dengan melayangkan nota diplomatik ini merupakan sikap Indonesia mengecam kepada pemerintah Malaysia karena bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku," tegasnya.

Protes ini, lanjutnya, tidak hanya mengenai menyeberangi perbatasan tanpa izin, tetapi juga mengkritisi penahanan petugas Indonesia oleh polisi Malaysia.

Ia memaparkan diplomasi perbatasan terus dilancarkan oleh Kemlu tanpa henti, salah satunya dengan Malaysia mengenai perbatasan laut di utara pulau Bintan. Namun, lanjutnya, dari segi substansi Indonesia diposisi yang kuat karena pada 2008 mahkamah internasional menganggap peta laut tahun 1979, yang selama menjadi acuan Malaysia, tidak sah.

Selain mengirim nota diplomatik, Menlu Marty juga mengutarakan protes secara langsung dengan menelepon Menteri Luar Negeri Malaysia Dato` Sri Anifah Aman perihal pelanggaran perbatasan tersebut.(*)
(ANT/R009)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010