Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Indef, Aviliani, menilai potensi pertumbuhan sektor kehutanan bisa mencapai 7 persen sampai 2014.

Namun sayangnya, katanya sebelum diskusi dan bedah buku Membongkar Mitos dan Fakta Seputar Kehutanan, di Jakarta, Kamis, pemerintah hanya mematok 2-3 persen dalam Rancangan Pemerintah Jangka Menengah (RPJM), sehingga menghilangkan potensi kemampuan menyerap 40 juta lebih tenaga kerja.

"Ini artinya pemerintah masih tidak `aware` terhadap kemampuan sektor kehutanan yang bisa menyerap tenaga kerja dan penyumbangan devisa terbesar ke dua bagi negara," kata wanita yang biasa dipanggil Avi itu.

Seharusnya, katanya, pemerintah lebih mengedepankan sektor dan industri yang potensial bisa meningkatkan daya saing.

Jika pemerintah tidak mendukung, menurut dia, maka persepsi bahwa industri kehutanan merupakan "sunset industry" akan selalu membuat industri ini tidak menarik.

Untuk itu, lanjut dia, perlu ada persepsi yang sama soal industri kehutanan dari stakeholder, terutama pemerintah, untuk meningkatkan daya saing industrinya.

"Cara meningkatkan daya saing dan juga menopang pertumbuhan sektor ini sampai 7 persen bisa dilakukan melalui tiga hal, yakni upayakan produktivitas, dukung ekologi, dan beri insentif," kata Avi.

Kalau hal itu tidak dilakukan, lanjut dia, maka ekspor produk kehutanan akan terus turun.

"Ini membahayakan ekspor RI secara nasional. Apalagi saat ini likuiditas tinggi untuk investasi portofolio jangka pendek,`` kata dia.

Padahal, lanjut dia, sektor kehutanan merupakan salah satu unggulan Indonesia untuk hadapi ACFTA dan masyarakat ekonomi Asean.

Avi menyatakan rasa sangat mirisnya saat mengetahui hingga tahun lalu, investasi pada sektor kehutanan baik lokal maupun asing tidak ada sama sekali. "Sebagian besar investasi terkonsentrasi pada tanaman pangan dan kebun."

Apalagi, lanjut dia, desakan terhadap sektor kehutanan makin berat sejalan dengan perkembangan penduduk.

"Pertumbuhan penduduk makin pesat, kebutuhan lahan juga tinggi, sama tingginya dengan konsumsi kayu untuk perumahan." Karena itu, kata Avi, pemerintah juga perlu menyelesaikan masalah tata ruang yang bisa sejalan dengan upaya pengelolaan hutan dan industri secara lestari.  (A027/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010