Jakarta (ANTARA News) - Berbagai rangkaian kegiatan pelayaran internasional "Sail Banda 2010" yang berlangsung 12 Juli-17 Agustus tuntas digelar, hiruk pikuk yang dalam beberapa pekan mewarnai Ambon, Banda, dan sekitarnya pergi berganti sepi.

"Sail Banda 2010" menyisakan baliho-baliho besar bergambar pejabat dan umbul-umbul yang berdiri pada bahu jalan. Pesta telah usai, tapi banyak "pekerjaan rumah" yang harus diselesaikan.

Sejak awal pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi Maluku ingin menjadikan kegiatan internasional itu sebagai ajang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa wilayah dengan 1.340 pulau yang memiliki pantai berpasir putih, kekayaan sumber daya hayati laut melimpah serta beragam seni budaya itu sudah benar-benar aman.

"Kita mau tamu asing `Sail Banda` tahu bahwa di sini sudah aman, kondusif untuk dikunjungi. Kalaupun tak banyak yang datang, setidaknya mereka yang ke sini bisa mengabarkan perubahan Maluku kepada sanak saudara dan rekan mereka sehingga makin lama makin banyak yang mau berlibur ke sini," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku Florence Sahusilawane.

Pemerintah pada wilayah yang pada masa lalu dikenal sebagai "kepulauan rempah-rempah" itu juga berharap warta keamanan Maluku bisa kembali menarik para investor dan pengusaha yang hengkang dari sana akibat konflik berkepanjangan selama tahun 1999 sampai sekitar tahun 2004.

Kepulangan mereka ke Maluku diharapkan dapat menjadi pendorong peningkatan kegiatan ekonomi wilayah yang pada masa lalu menempati posisi penting dalam perdagangan internasional dengan rempah-rempah sebagai komoditas utama tersebut.

Penetapan Maluku sebagai lumbung ikan nasional pada puncak acara "Sail Banda" selanjutnya juga diharapkan dapat menjadikan sektor perikanan sebagai penghela perekonomian pada wilayah yang sebagian besar terdiri atas perairan itu.

Tujuan-tujuan besar itu tentunya tidak akan tercapai begitu saja, tanpa upaya gigih dan kerja keras untuk memperbaiki kondisi Maluku sekarang, dengan pasokan energi, infrastruktur, fasilitas pelayanan publik, pengelolaan pariwisata dan pengelolaan perikanan yang belum bisa dibilang bagus. Listrik masih sering mati.

Kendati fasilitas transportasi menuju Ambon sudah cukup banyak namun rute transportasi antar pulau di wilayah Maluku masih terbatas. Untuk menuju Pulau Banda Naira misalnya, hanya bisa dengan pesawat yang terbang ke sana maksimal sekali sepekan atau kapal yang datang dua pekan sekali.

Fasilitas pelayanan publik pendukung kegiatan pariwisata seperti pusat informasi wisata, biro perjalanan wisata, serta kamar kecil umum dan tempat pembuangan sampah yang masih jarang ditemui di daerah-daerah tujuan wisata di Maluku.

Obyek wisata yang sudah ada seperti pantai, area menyelam, serta situs dan bangunan bersejarah belum terawat dan terkelola baik.

Perencanaan pengelolaan perikanan untuk mendukung penetapan wilayah sebagai lumbung ikan nasional dan rencana induk konservasi sumber daya hayati laut juga belum ada.

Semua yang belum baik tersebut tentunya harus diperbaiki dan yang belum ada mesti diadakan supaya manfaat yang ingin diambil dari penyelenggaraan kegiatan internasional beranggaran lebih dari Rp100 miliar itu tidak hanya menjadi catatan.

Rencana-Rencana
Rencana-rencana untuk mewujudkan target-target kegiatan "Sail Banda" sebagian telah dibuat.

Pemerintah Kota Ambon telah membuat konsep pengelolaan kawasan pesisir terpadu yang disebut Ambon Water Front City.

Menurut Wali Kota Ambon Jopi Papilaja pihaknya telah bertemu dengan investor asal Surabaya dan

Jakarta yang tertarik terlibat dalam penerapan konsep pengelolaan kawasan pesisir yang selanjutnya diharapkan dapat memberikan sumbangan ekonomi bermakna bagi kota tersebut.

Dinas Perhubungan Provinsi Maluku juga menyatakan tengah berusaha mendapatkan alokasi dana untuk membangun infrastruktur jalan lintas Maluku dari pemerintah pusat.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Maluku Benny Gaspersz mengatakan pihaknya telah menyampaikan usul penyediaan dana pembangunan infrastruktur trans Maluku kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Menurut Benny, berdasarkan perhitungan yang dilakukan 2009 pembangunan infrastruktur trans Maluku paling tidak membutuhkan dana sekitar Rp6,7 triliun.

Dana tersebut diperlukan untuk pembangunan dermaga, lapangan terbang dan jalan yang menghubungkan pulau-pulau di Maluku serta pengadaan 30 unit kapal jenis ro-ro (roll on roll off).

Kementerian Perhubungan juga berencana membangun bandara untuk membuka akses ke pulau-pulau di Maluku.

Menurut Kepala Bidang Perhubungan Udara Dinas Perhubungan Maluku John Rante pembangunan bandar udara baru akan dilakukan di Bula (Seram Bagian Timur), Tual (Maluku Tenggara), Saumlaki (Maluku Tenggara Barat) dan Namwiel (Buru).

Pembangkit listrik tenaga uap juga akan dibangun di Pulau Ambon, Maluku Tengah, untuk menambah pasokan energi di wilayah tersebut.

Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu memancang tiang untuk menandai permulaan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 30 Mega Watt (MW) tersebut pada 19 Agustus 2010 di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah.

Direktur Operasi PT. PLN Wilayah Indonesia Timur Vickner Sinaga mengatakan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Desa Waai tersebut akan dilakukan dalam 24 bulan.

"Saya sudah mendesak kontraktornya agar dapat menyelesaikannya paling lambat 31 Maret 2012," katanya.

Sementara terkait pengembangan industri pariwisata, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku mengatakan pihaknya akan memperbaiki sarana prasarana dan infrastruktur pariwisata di ketiga daerah tujuan wisata unggulan Maluku yakni Pulau Banda, Pulau Seram serta Ambon dan Kepulauan Lease.

"Kami fokus ke daerah ini sambil memberi kesempatan kepada daerah lain untuk berkembang. Kalau tiga ini sudah benar-benar unggul, baru kami garap yang lain," kata Florence.

Penduduk Maluku tentu menunggu rencana-rencana pemerintah daerah dan pusat itu segera diwujudkan sambil menggantung asa bisa ikut menikmati percikan manfaatnya.

Apabila rencana-rencana itu terwujud maka tujuan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Maluku segera tercapai.

Harapannya pelan tapi pasti Maluku bisa kembali berjaya seperti ketika masih menempati posisi penting dalam kancah perdagangan internasional, tidak lagi dikenang sebagai mata rantai perekonomian yang hilang.
(M035/Z002)

Oleh Maryati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010