Colombo (ANTARA News) - Untuk maskapai kecil yang hanya punya satu pesawat, ditambah dua yang akan segera datang tahun ini, Mihin Lanka boleh disebut berani.

Bagaimana tidak, ketika maskapai Indonesia enggan membuka jalur langsung Colombo-Jakarta, maskapai 100 persen milik pemerintah Srilangka ini justru berani membuka jalur itu.

"Penduduk Indonesia banyak sekali dan kami yakin bisa menarik sebagian darinya untuk berkunjung ke Srilangka," kata Chief Executive Officer (CEO) Mihin Lanka, Kapila Chandrasena, dalam bincang khusus dengan ANTARA, Kamis.

Seperti komunitas bisnis negeri itu lainnya, Kapila melihat Srilangka dan Indonesia memiliki banyak kesamaan yang bakal saling mendekatkan.

"Kami ingin warga kedua negara merasakan keragaman budaya kedua negara," sambungnya.

Kemiripan budaya dan tradisi dari kedua negara ini sendiri menawarkan peluang-peluang bisnis menjanjikan.

"Ini adalah salah satu alasan mengapa kami membuka penerbangan langsung ke Jakarta," tegas Kapila.

Mihin bukan yang pertama yang melihat gemuknya pasar penumpang via selatan Asia ini.

Banyak maskapai yang merasa mereka berpeluang besar untuk bermain di pasar gemuk yang menjadi jalur lintas pekerja asing ke Timur Tengah dari Asia Tenggara atau dari dan ke Timur Jauh.

Keberanian lainnya dari maskapai yang telah membuka jalur langsung ke Timur Tengah ini adalah membidik pasar penumpang menengah ke bawah, khususnya tenaga kerja di Timur Tengah dan Timur Jauh, termasuk Indonesia.

Era ini memang bukan zamannya hanya kalangan berkantong tebal yang bisa terbang, namun juga mereka yang berpenghasilan rendah, yaitu tenaga asing di luar negeri dan pedagang pemburu sentra-sentra bisnis kulakan seperti Tanah Abang di Indonesia.

"Kami akan menerbangkan orang-orang seperti ini," kata Kapila.

Sepertinya Mihin mengenal betul pasar yang hendak dibidiknya, justru ketika maskapai-maskapai Indonesia sepertinya cukup berpuas diri sebagai pemain domestik.

Padahal, dari fakta di lapangan dan informasi KBRI, banyak sekali pelaku-pelaku bisnis Indonesia berusaha di Srilangka.

Para pejabat diplomatik pada KBRI sendiri mengaku telah berusaha mendorong industri dirgantara Indonesia berinisiatif seperti Srilangka yang berambisi menjadi titik hubung jalur penerbangan dan pelayaran internasional.

"Saya tidak tahu mengapa maskapai Indonesia tidak memikirkan peluang pasar ini. Yang jelas kami melihatnya dengan jelas," tegas Kapila.

Hati-hati

Sejumlah pihak di KBRI justru melihat, maskapai nasional Indonesia bukan tak melihat peluang, namun terlalu hati-hati melangkah karena struktur keselamatan modal di negeri ini tidak terlalu aman.

"Ada kalkulasi risiko yang tampaknya dipertimbangkan cermat oleh industri sejenis di Indonesia, sehingga mungkin maskapai-maskapai Indonesia berhati-hati," kata Albert Abdi, Sekretaris Pertama Fungsi Ekonomi pada Kedubes RI di Srilangka.

Masalahnya, Air Asia dari Malaysia dan beberapa maskapai dari India dan Timur Tengah malah berani mengkalkulasi secara progresif risiko-risiko itu.

Kenyataan itu menjadi kian kontras manakala maskapai berpostur sekecil Mihin Lanka berani melakukan terobosan.

Maskapai ini bahkan berani memproklamasikan diri sebagai maskapai murah (low-cost carrier), padahal maskapai-maskapai sejenis telah lama bermain dan menggarap pasar yang juga dibidik Mihin.

Di Srilanka sendiri, ada lima maskapai murah aktif melayani Colombo, yaitu Air Asia dari Malaysia, dua dari India salah satunya Indian Express, serta dua dari Timur Tengah.

"Mereka bersaing di pasar ini dan kami siap menghadapinya," kata Kapila percaya diri.

Kesiapan itu bahkan dibarengi kesediaan mempersiapkan layanan yang amat berbeda dari maskapai murah yang ada, diantaranya tak mengenakan biaya tambahan untuk makan.

"Bagi kami memberi makan selama empat jam penerbangan adalah bagian dari budaya dan keramahan bangsa kami. Lagi pula, makan tidak terlalu mahal," tutur Kapila.

Mungkin keyakinan Kalpika ini berlebihan, namun kepercayaan diri seperti itu sudah umum membaluti masyarakat yang baru terbebas dari dera konflik.

"Negara-negara seperti ini biasanya terlalu percaya diri," kata guru besar Universitas Airlangga, Philip K. Widjaja, memgomentari antusiasme Srilangka belakangan ini.

Philip benar untuk beberapa hal, namun Srilangka juga memiliki alasan untuk optimistis.

Mereka optimistis bukan hanya karena modal asing mengalir deras ke negara ini, namun juga mereka memahami bagaimana mesti memanfaatkan posisi geografis ekonominya.

Posisi Srilangka tak hanya penting bagi penerbangan internasional dan jalur wisata eksotis (Maladewa, Thailand, dan bahkan Bali), tetapi juga karena bandara mereka selalu sibuk melayani penerbangan internasional.

Srilangka kini bahkan sedang membangun satu bandara besar di Humbantota.

Mihin sendiri melihat pasar penumpang Indonesia itu atraktif. Bukan saja karena kini lebih banyak orang Srilangka yang melancong, namun juga karena tenaga-tenaga kerja asing berbagai negara, termasuk dari Indonesiam, kerap singgah di Colombo untuk berganti penerbangan.

Mihin ingin menggarap sendiri potensi pasar ini.

Maskapai ini bahkan jauh-jauh hari megorganisasi kekuatannya di Jakarta, diantaranya dengan membuat "sales agent" yang ditugasi menggarap pasar Indonesia.

"Empat sampai lima orang telah mengikuti tes untuk menempati posisi itu dan Senin pekan depan kami akan menentukan siapa orang itu," kata Kapila.

Yakin mulus

Mihin yakin rencana membuka penerbangan langsung ke Jakarta pada November 2010 bakal berjalan mulus, apalagi rencana ini sudah termasuk skema kesepakatan bilateral kedua negara.

Menurut skema itu, Srilangka dan Indonesia sepakat menyelenggarakan enam kali penerbangan dalam seminggu.

"Kami telah mengajukan permohonan kepada pemerintah Indonesia bagi pembukaan rute Colombo-Jakarta. Saya kira kedua negara tidak memiliki alasan untuk menolakya," papar Kapila.

Mihin Lanka sendiri melihat pasar domestiknya telah jauh berbeda dari keadaan tiga tahun lalu di mana perang saudara membuat turis enggan mengunjungi Srilangka.

Sejak tahun lalu mereka membuka penerbangan ke Dubai, Kuwait dan tiga kota di India selatan.

Kapila mengklaim frekuensi kedatangan wisatawan asing ke Srilangka meningkat pesat 35 persen dibandingkan tahun lalu.

Perkembangan baik itu menstimulasi kegiatan bisnis negara itu, dari industri penerbangan sampai pariwisata, dari garmen sampai perdagangan.

Bagi Mihin Lanka sendiri keadaan ini membantunya meningkatkan performa bisnisnya.

Tahun 2009 lalu mereka bisa meraup pendapatan 1,5 juta dolar AS, atau setelah beberapa tahun merugi karena dampak konflik, tahun ini menargetkan meraup pendapatan sebesar 2,25 juta dolar AS.

"Beberapa bulan terakhir kami bahkan berhasil break even point (BEP atau balik modal)," demikian Kapila. (*)
ANT

Oleh Jafar Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010