Kami targetkan di tahun 2021 harus mendapatkan opini WTP
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Bupati Jember Hendy Siswanto menargetkan untuk meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2021, setelah dua tahun berturut-turut mendapatkan opini disclaimer tahun 2019 dan opini tidak wajar tahun 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

"Kami targetkan di tahun 2021 harus mendapatkan opini WTP, jadi lompatannya cukup jauh dan untuk mendapatkan WTP perlu kekompakan bersama antara eksekutif dan legislatif," kata Hendy Siswanto, di Jember, Selasa.

BPK RI Perwakilan Jawa Timur memberikan penilaian opini tidak wajar kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2020 kepada Bupati Jember dan Ketua DPRD Jember, di Kantor BPK Jatim di Sidoarjo, Senin (31/5) petang.

"Opini tidak wajar tahun 2020 dan disclaimer pada 2019 tentu jelek dan tidak bagus, namun hal itu jadi pemicu buat kami di Pemkab Jember untuk menambah motivasi untuk bisa WTP," ujarnya pula.

Menurutnya, Pemkab Jember akan menindaklanjuti rekomendasi BPK sesuai ketentuan dengan meminta pihak-pihak pelaksana untuk menjawab semua pertanyaan yang diminta BPK dengan waktu yang diberikan selama dua bulan.

"Kalau nantinya tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh pihak pelaksana, maka tidak menutup kemungkinan akan bergeser ke instansi lain, yakni aparat penegak hukum," katanya pula.

Hendy menjelaskan persoalan keuangan tahun 2019 dan 2020 harus selesai semua dan tuntas, sehingga tidak mengganjal tata kelola keuangan pada tahun 2021 yang menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan opini WTP dari BPK.

Ia juga mempersilakan kepada DPRD Jember selaku lembaga representasi masyarakat Jember dan pengawas eksekutif untuk melaporkan hal tersebut kepada aparat penegak hukum atas hal-hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan di LKPD tahun 2020.

Sebelumnya, berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK atas LKPD Kabupaten Jember tahun anggaran 2020, BPK memberikan opini Tidak Wajar (TW), karena ada tujuh poin yang bersifat material menyebabkan LKPD Jember tidak disajikan secara wajar, di antaranya tidak ada pengesahan DPRD atas APBD Tahun Anggaran 2020.

Kemudian jumlah penyajian belanja pegawai sebesar Rp1.302,44 miliar serta belanja barang dan jasa sebesar Rp937,97 miliar tidak sesuai dengan penjabaran APBD dan merupakan hasil pemetaan (mapping) yang dilakukan untuk menyesuaikan dengan penyajian beban pada laporan operasional.

"Akibatnya, belanja pegawai disajikan lebih rendah sedangkan belanja barang dan jasa disajikan lebih tinggi, masing-masing sebesar Rp202,78 miliar," katanya pula.

Terdapat realisasi pembayaran senilai Rp68,80 miliar dari angka Rp1.302,44 miliar yang disajikan dalam belanja pegawai yang tidak menggambarkan substansi belanja pegawai sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Realisasi tersebut merupakan pembayaran yang terjadi, karena kesalahan penganggaran dan realisasi belanja pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Sebesar Rp126,08 miliar yang disajikan sebagai kas di bendahara pengeluaran per 31 Desember 2020, di antaranya terdapat sebesar Rp107,09 miliar yang tidak berbentuk uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank sesuai ketentuan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan dan berpotensi tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Dua tahun berturut-turut, Kabupaten Jember mendapatkan penilaian LKPD yang jelek, yakni BPK tidak memberikan pendapat alias disclaimer atas LKDP Jember tahun anggaran 2019 dan BPK memberikan Opini Tidak Wajar pada tahun 2020 yang merupakan masa kepemimpinan Bupati Jember Faida.
Baca juga: DPRD Jember berikan rapor merah atas LPKJ tahun anggaran 2020

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021