Kuala Lumpur (ANTARA News) - Pertemuan Menlu RI - Malaysia di Kota Kinabalu membahas perlindungan WNI/TKI di Malaysia, dan bukan saja membahas mengenai perbatasan laut dan insiden perairan Bintan yang terjadi 13 Agustus 2010 dan menimbulkan ketegangan hubungan kedua negara bertetangga dan serumpun ini.

"Agenda perlindungan WNI/TKI yang dibahas dalam pertemuan ini ialah permintaan Indonesia agar Malaysia memberikan keringanan hukuman bagi WNI yang melakukan kriminal sehingga dijatuhi hukuman mati," kata Menlu RI Marty Natalegawa, saat jumpa pers bersama dengan Menlu Malaysia Anifah Aman, di Kota Kinabalu, Senin.

"Kami tetap menghormati hukum di Malaysia, tapi kami tetap mengajukan keringanan hukuman bagi WNI/TKI yang telah divonis hukuman gantung sampai mati akibat tindakan kriminal di Malaysia. Permohonan keringanan ini didasarkan atas hubungan baik dan persaudaraan antara Malaysia-Indonesia serta atas dasar kemanusiaan," katanya.

"Kami akan meneruskan permohonan Indonesia kepada Yang DiPertuan Agong dan Sultan semoga menjadi pertimbangan mereka karena merekalah yang berhak meringankan hukuman gantung sampai mati menjadi hukuman penjara," kata Anifah Aman.

Menurut data KBRI, ada 177 WNI/TKI yang diancam hukuman mati di pengadilan Malaysia akibat perbuatan kriminal, misalkan pengedar Narkoba, membunuh, atau memiliki senjata api secara ilegal. Dari 177 WNI/TKI yang terancam hukuman mati baru 70 WNI/TKI yang divonis hukuman mati, dan tiga di antaranya telah divonis hingga tingkat mahkamah agung Malaysia. Hanya pengampunan Sultan dan Yang Dipertuan Agung Malaysia yang dapat menyelamatkan mereka dari hukuman gantung sampai mati.

Selain itu, Malaysia, kata Anifah Aman, sepakat membahas permintaan Indonesia mengenai MCN (mandatory consular natification). Dengan disepakati dan ditandatangani MCN ini maka aparat penegak hukum Malaysia wajib memberikan informasi kepada perwakilan atau KBRI jika ada WNI yang ditangkap karena melakukan tindakan kriminal.

"Kami akan berkoordinasi dengan kementerian dalam negeri dan kepolisian Malaysia agar memberikan informasi kepada perwakilan dan KBRI jika ada warganya ditangkap karena melakukan tindakan kriminal. Juga berikan akses perwakilan menemui warganya yang ditahan," kata Anifah.

Kedua Menlu juga sepakat bahwa LOI mengenai rekruitmen dan penempatan PRT (pembantu rumah tangga) Indonesia ke Malaysia segera ditingkatkan menjadi MOU. MOU perubahan ini akan lebih memberikan perlindungan kepada PRT Indonesia karena ada kesepakatan diantaranya paspor dipegang oleh pekerja dan diberikan hari libur setiap minggu.

"Kami berharap MOU ini segera ditandatangani dan kebijakan pemerintah Indonesia menyetop pengiriman pembantu ke Malaysia sejak 26 Juni 2009 dapat dicabut. Indonesia dapat kembali mengirim tenaga kerja sebagai pembantu ke Malaysia," ujar Menlu Malaysia itu.

Malaysia juga akan membahas usulan Indonesia mengenai pendidikan bagi anak-anak TKI di Sabah. "Diperkirakan ada sekitar 50.000 anak-anak TKI di perkebunan kelapa sawit Sabah tidak bisa akses ke pendidikan formal," kata Da`i Bachtiar, Dubes RI di Malaysia.

"Kami sangat prihatin sekali dengan banyaknya anak-anak pekerja Indonesia yang tidak dapat akses pendidikan formal di Sabah. Kami akan bincangkan masalah ini dengan instansi terkait seperti kementerian dalam negeri dan pendidikan," kata Anifah Aman.(*)
(A029/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010