Kabul (ANTARA News/Reuters) - Pasukan pimpinan NATO hari Minggu mengakui mungkin ada korban sipil dalam serangan udara bulan ini yang melukai seorang calon anggota parlemen dan dikecam keras oleh presiden Afghanistan.

Kematian warga sipil oleh pasukan asing yang memburu militan telah lama menjadi sumber utama ketegangan antara Presiden Hamid Karzai dan sekutu-sekutu Barat-nya.

Pada 2 September, Karzai mengecam serangan udara di provinsi Takhar, Afghanistan utara, yang katanya menewaskan 10 juru kampanye untuk seorang calon anggota parlemen.

Karzai menyatakan, calon anggota parlemen itu juga terluka dalam serangan tersebut, yang terjadi pada hari ketika Menteri Pertahanan AS Robert Gates tiba di Kabul untuk kunjungan yang tidak diumumkan. Kedua pejabat tinggi itu tampaknya berbeda pendapat mengenai insiden tersebut pada jumpa pers.

Pada saat itu, Gates dan Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mengatakan, sasaran serangan itu adalah seorang anggota senior Gerakan Islamis Uzbekistan (IMU) yang terkait dengan Al-Qaeda.

Minggu, ISAF mengatakan, sebuah tim pejabat penilai dari ISAF dan kementerian-kementerian pertahanan dan dalam negeri Afghanistan menyimpulkan bahwa tokoh IMU itu berada dalam kendaraan yang terkena serangan namun mereka "tidak mengesampingkan kemungkinan jatuhnya korban sipil".

"Kami sangat yakin bahwa individu yang dituju itu berada dalam kendaraan yang diserang oleh tim senjata udara dan tewas", kata Brigjen AD Italia Luigi Scollo dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan ISAF.

"Pertanyaannya adalah mengapa seorang pejabat pemilihan umum atau calon bepergian bersama seorang teroris yang terkenal," katanya.

ISAF mengatakan, serangan udara itu menghantam satu kendaraan yang bepergian dalam konvoi enam mobil dan anggota senior IMU yang diidentifikasi sebagai Muhammad Amin tewas. Seorang komandan Taliban dan penumpang-penumpang lain bersenjata berada dalam kendaraan tersebut, katanya.

Tidak kali ini saja korban sipil berjatuhan dalam serangan pasukan asing di Afghanistan.

Pada September tahun lalu, serangan udara AS yang diminta oleh pasukan Jerman menewaskan puluhan orang di Kunduz, sedikitnya 30 orang dari mereka warga sipil. Serangan itu mengarah pada pengunduran diri menteri pertahanan Jerman.

Afghanistan akan melaksanakan pemilihan parlemen yang kedua pasca penggulingan Taliban pada 18 September di tengah kekhawatiran mengenai serangan-serangan.

Sejumlah serangan Taliban akhir-akhir ini ditujukan pada para calon wakil rakyat dan orang-orang yang terlibat dalam pemilihan umum parlemen.

Prajurit asing yang tewas di Afghanistan akibat serangan Taliban juga semakin banyak.

Jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan tahun ini sudah mendekati angka 500, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs icasualties.org.

Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.

Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang hampir sembilan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010