Jakarta (ANTARA News) - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, mengusulkan pembenahan mekanisme pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), sehingga KPK bisa memiliki kewenangan yang optimal.

"Saya mau kasih solusi sistemik. Kalau sistem LHKPN dibenahi, KPK tidak hanya menerima LHKPN," kata Bambang ketika ditemui di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis.

Bambang bersama calon pimpinan KPK yang lain, Busyro Muqodas, diundang ke Istana Kepresidenan untuk bertemu Presiden Yudhoyono. Presiden mengucapkan selamat kepada keduanya dan berharap, agar pemberatasan korupsi menjadi lebih baik.

Bambang menjelaskan, sebenarnya mekanisme LHKPN sudah diatur secara rinci dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang itu, kata Bambang, mengatur kewenangan komisi pemeriksa dalam mendalami LHKPN pejabat negara.

Secara rinci, aturan itu menyatakan, komisi pemeriksa berhak melakukan pemantauan dan klarifikasi atas harta kekayaanpenyelenggara negara, meneliti laporan atau pengaduan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau instansi pemerintah tentang dugaan adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme dari para Penyelenggara Negara.

Aturan itu juga memberi kewenangan kepada komisi pemeriksa untuk melakukan penyelidikan atas inisiatif sendiri mengenai harta kekayaan penyelenggara negara berdasarkan petunjuk adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme terhadap penyelenggara negara yang bersangkutan.

Komsisi juga diberi kewenangan untuk mencari dan memperoleh bukti-bukti, menghadirkan saksi-saksi untuk penyelidikan penyelenggara negara yang diduga melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme atau meminta dokumen-dokumen dari pihak-pihak yang terkait dengan penyelidikan harta kekayaan yang bersangkutan.

Jika dianggap perlu, maka selain meminta bukti kepemilikan sebagian atau seluruh harta kekayaan penyelenggara negara yang diduga diperoleh dari korupsi, kolusi, atau nepotisme selama menjabat, komisi juga bisa meminta pejabat yang berwenang membuktikan dugaan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bambang menyayangkan aturan itu tidak bisa diterapkan karena sudah ada undang KPK yang berlaku khusus. Sistem hukum di Indonesia menyatakan, Undang-undang yang bersifat umum tidak berlaku jika ada undang-undang yang lebih khusus. Sayangnya, Undang-undang KPK tidak secara rinci mengatur kewenangan KPK dalam memeriksa kekayaan penyelenggara negara.

Berdasar penelusuran, pasal 13 Undang-undang KPK hanya menyatakan KPK berhak melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Pasal itu adalah aturan tentang kewenangan KPK dalam bidang pencegahan, bukan penindakan tindak pidana korupsi.

Bambang mengatakan, KPK akan semakin tajam dalam menguak kasus korupsi jika diberi kewenangan lebih, seperti diatur sebelumnya dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Dengan begitu, katanya, KPK bisa menindak penyelenggara negara jika tidak jujur atau melanggar aturan pelaporan penyelenggara negara. Negara juga bisa langsung menyita jika KPK menemukan harta kekayaan yang disembunyikan atau tidak dilaporkan ke KPK.

"Jadi, rekening gendut itu gampang sekali diverifikasi," katanya memberi contoh.

Untuk itu, Bambang menegaskan, jika terpilih sebagai pimpinan KPK, maka dirinya berniat bekejasama dengan DPR terkait pembaruan aturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan KPK, khususnya dalam bidang LHKPN.

Namun demikian, Bambang ingin KPK untuk sementara fokus memeriksa laporan kekayaan pejabat penegak hukum. Menurut dia, lembaga penegak hukum adalah pilar keadilan, sehingga pejabatnya harus bersih dan berintegritas.

Bambang mengaku sudah menyampaikan gagasan itu kepada Presiden Yudhoyono.
(T.F008*P008/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010