Jakarta (ANTARA News)- "Love You Ma..."

Sebaris kalimat itu mengakhiri SMS dari Martin Wibisono Chaerul kepada ibunya ketika memberitahu sang bunda bahwa ia dan teman-temannya telah tiba dengan selamat di Sumatera setelah menempuh perjalanan dengan bus dari Jakarta.

Bersama teman-teman dari Gereja Kristus Ketapang, Martin memang berencana mengunjungi warga Suku Anak Dalam di Dusun Tanjung Harapan, Desa Muara Tiku, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Siapa sangka kalimat itu menjadi ungkapan cinta terakhir anak bungsu dari dua bersaudara itu kepada sang ibu.

Selasa (14/9), Martin, demikian ia sering disapa, ditemukan meninggal di terowongan air Lubuk Jong, lima kilometer dari tempat mereka dinyatakan hilang ditelan arus batang Sungai Rupit sehari sebelumnya.

"Kata teman-temannya ia sedang berusaha membantu salah satu temannya yang terbawa arus sungai," cerita Helen Listiani Chaerul, kakak Martin ketika ditemui ANTARA News di Rumah Duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, Kamis.

Memang di hari naas itu Martin dan sahabat karibnya sejak sekolah menengah pertama, Ebet Yohanes Martono, tewas tenggelam di Sungai Rupit.

Menurut tuturan Helen, yang usianya terpaut hanya 20 bulan dari Martin, adiknya itu merupakan sosok yang sangat peduli dengan orang lain.

"Dia sering mengunjungi panti jompo dan anak-anak jalanan, ia mudah bergaul," cerita Helen. Selain aktif dalam aktifitas sosial, lanjut Helen, adiknya itu juga sangat diandalkan di rumah.

"Kalau ada apa-apa, dia yang pertama saya hubungi," papar Helen sembari mengusap air mata yang menggantung di ujung matanya.

Martin pun bukan tipe anak bungsu yang manja. "Ia sudah bisa cari uang sendiri. Ia punya usaha online marketing, kargo, dan event organizer," kenang wanita berusia 24 tahun itu.

Meninggal diseret Sungai Rupit, Martin yang baru berusia 23 tahun, sedang dalam misi pembinaan keagamaan di perkampungan Komunitas Adat Tertinggal di Dusun Tanjung Harapan.

Uring-Uringan
Menurut cerita Helen, Martin dan rombongannya berangkat dari Jakarta pukul lima pagi, Jumat (10/9), dari Gereja Kristus Ketapang, Kelapa Gading.

"Ia tidak mengirim pesan apa kepada saya, tetapi setelah menyeberang ia sempat mengirim SMS ke mama, memberi tahu kalau mereka telah tiba di Sumatera," Helen berkisah.

Sebelumnya, Helen melanjutkan, ia dan keluarganya tidak punya firasat apa-apa mengenai perjalanan si bungsu itu. "Tetapi Minggu malam saya tanpa alasan tampak uring-uringan dan tidak bisa tidur," kata Helen lagi.

Sang Ibu akhirnya bisa terlelap ketika pindah tidur di kamar Martin. Minggu siang Martin sempat mengirim pesan singkat kepada ibunya.

"Kami akan segera masuk ke daerah pedalaman dan di sana tidak ada sinyal telepon selular," demikian bunyi pesan singkat Martin seperti yang dituturkan Helen.

"Tetapi Mama 'ngga' usah cemas," demikian Martin mengakhiri SMS-nya kepada sang ibu. Esoknya, Senin (13/9), Helen dan keluarga mendapat kabar dari Palembang bahwa adiknya Martin hanyut di Sungai Rupit. Jenazah pemuda yang gemar menolong itu akan dikremasi pada Jumat (17/9).
(Ber/A038/ART)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010