Bandung (ANTARA News) - Kulit legamnya yang selalu dibalut pakaian pangsi hitam-hitam yang dikenakannya, dan rambutnya yang terurai, agak ikal seperti tokoh mentalis Linbad, membuat penampilannya sangar.

Namun siapa nyana, pria bernama Ujang Dedi (42) alias Abah Cobra itu justru memiliki tangan dan hati lembut yang membuatnya sukses menjadi penangkar kembang di Panyairan, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Pada lahan satu hektare yang terletak sekitar 200 meter dari rumahnya, Abah Cobra menangkarkan sedikitnya 14 jenis bibit bunga dan juga bunga untuk memenuhi kebutuhan di pasar bunga di Kota Bandung.

"Konsentrasi dari kebun ini untuk pembibitan kembang. Dijual per tangkai kepada petani kembang di sekitar Parongpong dan Cisarua ini. Ada sedikitnya 24 jenis bunga yang dikembangkan di sini," kata ayah dari tiga anak itu.

Kemampuannya mengembangkan benih bunga, menurut pengakuannya, diperoleh secara otodidak.

Kebetulan, kawasan Panyairan dikenal sebagai sentra petani kembang di kawasan Bandung Utara, yang membuat pria itu juga tekun bertanam bunga sejak kecil.

Bedanya, dulu kawasan itu dikenal sebagai produsen bunga radiul, melati, ros serta lainnya. Namun kini Ujang alias Abah Cobra lebih inovatif dengan mengembangkan bunga-bunga jenis lainnya seperti pompom, lion, dan batik.

"Setiap bunga punya turunannya yang bervariasi. Kebetulan saya mendatangkan benih awalnya dari Malaysia, kualitasnya bagus dan diminati pasar," kata Ujang.

Abah Cobra menutup lahan miliknya dengan menggunakan plastik ukuran tebal dengan rangka dari kayu. Tempat penangkaran kembang di sana mirip dengan saung ukuran raksasa dengan dipagari anyaman bambu.

Selama hampir lima tahun Abah Cobra menekuni industri kreatif yang memanfaatkan potensi lokal itu. Benih bunga hasil penangkarannya dijual sekitar Rp160 per batang. Setiap benih berusia satu hingga dua minggu.

"Lumayan, dengan menunggui penangkaran kembang ini cukup untuk menghidupi keluarga dan menabung sedikit-sedikit," kata lelaki penggemar burung kenari itu.

Bahkan untuk lebih konsentrasi pada bisnis kembangnya, Abah Cobra sementara ini tidak lagi memelihara sapi perah yang merupakan mata pencaharian sebelumnya.

"Seharian saya selalu di kebun ini. Bahkan malam hari tidur di kebun," kata pria yang memiliki sepuluh pegawai itu.

Bangkit
Sebelum mengelola penangkaran bunga di kawasan Panyairan itu, Abah mengaku harus berjuang keras dan bangkit dari keterpurukan. Ia sempat menjadi pengendara ojek cukup lama ketika usaha sapi perahnya kurang mengguntungkan akibat terkena imbas krisis moneter.

Ia juga mengaku sempat frustrasi karena beberapa kali mencoba usaha selalu gagal dan kandas di tengah jalan.

"Saat itu saya tak sadar peluang dan potensi yang bisa saya kembangkan, hingga akhirnya saya memutuskan untuk mengelola penangkaran kembang," katanya.

Awalnya, Abah Cobra hanya mengembangkan bunga pada lahan 50 tumbak. "Dari situlah saya menambah lahan menjadi lebih luas lagi," ujar pria muda yang disegani di kawasan Parongpong itu.

Potensi yang dimilikinya akhirnya mendapat jalan setelah berkenalan dengan seorang mantan petinggi di sebuah BUMN di Kota Bandung. Ia akhirnya dipercaya untuk mengelola penangkaran kembang yang tidak jauh dari rumahnya itu.

"Lahannya diperluas dengan menyewa lahan kosong milik warga yang tidak digarap, sekitar Rp21 juta per tahun. Awalnya ada pendampingan seorang insinyur pertanian, namun akhirnya mengelola sendiri," katanya.

Dari lahan yang diolahnya itu, setiap bulan perkebunan itu bisa menjual bibit kembang rata-rata Rp70 juta. Benih kembang itu ditangkarkan di sebuah nampan dengan media sekam yang telah dipanasi dalam oven.

Abah Cobra harus mengeluarkan biaya perawatan, listrik, dan upah karyawan rata-rata per bulan Rp10 juta. Kebun bunga itu harus pakai lampu neon (bukan pijar) karena sinar lampu neon mempengaruhi pertumbuhan bunga.

"Lampu neon bukan hanya untuk menerangi dan menghindari aksi kriminal, namun juga menjadi sumber pertumbuhan bunga di sini. Setiap bulan rata-rata biaya listrik mencapai Rp4,5 juta. Listriknya untuk listrik kelompok bisnis," kata bungsu dari lima bersaudara itu.

Dari kebun penangkaran bunga yang dikelolanya itu, Abah Cobra memasok benih bunga yang dibutuhkan oleh sekitar 200 petani kembang di kawasan Parongpong dan Cisarua.

Meski telah memiliki pegawai, ia tetap turun tangan dan telaten merawat bibit bunganya di samping juga melanjutkan kegemarannya terhadap burung.

"Semua ini amanat dan harus terus bekerja. Saya tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan dari orang yang telah memberikan jalan untuk bangkit," kata Abah Cobra menambahkan.
(S033/s018)

Oleh Syarif Abdullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010