Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 298 orang tewas akibat serangan jaringan teroris di Indonesia selama kurun waktu tahun 2000 - 2010. "Sebanyak 298 orang tewas dan 838 orang luka-luka akibat serangan jaringan teroris di Indonesia selama kurun waktu tahun 2000 - 2010," kata Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di Jakarta, Jumat.

Sementara itu, jumlah anggota Polri yang tewas dalam operasi pemberantasan teroris di tanah air sebanyak 19 orang meninggal dunia dan 29 orang luka-luka, pada tujuh kota yakni Ambon, Poso, Aceh, Jawa Tengah, Makassar, Papua dan Medan, ujarnya.

Selain korban jiwa, kerugian material akibat serangan teroris adalah gedung, kendaraan dan prasarana umum yang rusak, kemudian kerugian lain ada ekonomi, turis, sosial karena mengurangi kepercayaan terhadap Indonesia, kata Bambang Hendarso.

Sepanjang kurun waktu tersebut ada 563 tersangka menjalani proses hukum, sudah divonis sebanyak 471 orang, tewas tertembak petugas Polri sebanyak 44 orang, bunuh diri sebanyak sepuluh orang, sudah keluar tahanan sebanyak 245 orang , masih di Lembaga Pemasyarakatan (LP) sebanyak 126 orang, proses sidang sebanyak 61 orang dan sidik Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror sebanyak 31 orang.

Bambang telah memerintahkan seluruh Polsek, Polres dan Polda di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dan siaga, dengan melakukan tindakan preventif refresif

Kapolri mengatakan segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penangganan Masalah Teror, satgas tersebut melibatkan Badan Nasional Penangganan Teror (BNPT) dan TNI di beberapa daerah.

"Satgas yang dibentuk akan berkoordinasi dengan BNPT, termasuk TNI bila ada penindakan pada waktu-waktu tertentu kita akan melibatkan "Striteing Force" dari Denjaka (Detasemen Jala Mengkara), Den Bravo dan Penanggulangan Teror (Gultor) dari Kopasus, karena ke depan terorisme adalah musuh bersama tidak bisa dibiarkan," katanya.

Bambang mengatakan para pelaku teror di Indonesia sudah terlatih militer bahkan banyak yang lulusan latihan militer di Afghanistan, Pakistan, Mindanao Filipina, kemudian pada kamp-kamp latihan lokal seperti di Poso dan Maluku serta wilayah lainnya.

"Para pelaku teror dalam pelatihan diajari penyerangan dengan menggunakan berbagai jenis senjata api, membuat bom, taktik menyerang dan lain-lain. Selain itu, mereka memiliki senjata api dan amunisi," katanya.

Para teroris menganggap Polri sebagai antek thoghut (setan atau kafir, red), sehingga tidak mau ditangkap gratis dan mendapat pahala jika dapat membunuh polisi, kata Kapolri.

"Mereka melakukan aksi perampokan untuk mencari dana dengan tujuan untuk membantu kegiatan terorisme," katanya.

Pencarian dana yang dilakukan dengan cara merampok itu, menurut Kapolri, dengan cara menjarah sejumlah bank yang selama ini menjadi target atau sasaran mereka termasuk di Wilayah Sumatera Utara.

Kemudian uang hasil rampokan yang mereka lakukan itu dipergunakan untuk membantu dana kegiatan terorisme dan pembelian berupa senjata api, sehingga aksi terorisme itu dapat berjalan lancar.(*)
(ANT/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010