Kami membalas ketika salah satu markas gerilya kami diserang,
Naypyitaw (ANTARA) - Pasukan keamanan Myanmar yang didukung dengan kendaraan lapis baja bentrok dengan kelompok milisi anti junta yang baru dibentuk, di kota terbesar kedua Myanmar -- Mandalay pada Selasa.

Hal itu disampaikan dalam unggahan media sosial dari kelompok milisi tersebut dan dalam laporan-laporan media.

Sejak tentara Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari dan menyingkirkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi, pasukan keamanan telah menghentikan aksi-aksi protes yang menentang kekuasaan militer.

Sebagai tanggapan, kelompok penentang kudeta yang dikenal sebagai pasukan pertahanan rakyat bermunculan di seluruh Myanmar.

Baca juga: Korea Utara beri bantuan keuangan pertama untuk Myanmar sejak 2005
Baca juga: Komisioner HAM PBB peringatkan peningkatan kekerasan di Myanmar


Hingga saat ini, pertempuran yang melibatkan milisi bersenjata ringan hanya terjadi di kota-kota kecil dan daerah pedesaan, tetapi sebuah kelompok yang mengaku sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat baru Mandalay mengatakan para anggotanya merespons setelah tentara menyerbu salah satu pangkalannya.

"Kami membalas ketika salah satu markas gerilya kami diserang," kata sebuah unggahan dari Mayor Zeekwat di laman Facebook kelompok milisi itu.

Tentara Myanmar yang didukung oleh tiga kendaraan lapis baja telah mengepung sebuah sekolah asrama di Mandalay, yang merupakan lokasi dari sebuah pangkalan milik kelompok milisi, seperti disampaikan oleh kantor berita Khit Thit.

Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan dari Reuters untuk permintaan komentar.

Tentara Myanmar telah menanggapi kelompok milisi itu dengan serangan artileri dan serangan udara di tempat lain setelah kelompok milisi melancarkan serangan terhadap tentara. Aksi saling serang itu telah menyebabkan adanya korban di kedua belah pihak dan puluhan ribu orang mengungsi dari rumah mereka.

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (18/6) menyerukan penghentian aliran senjata ke Myanmar dan mendesak militer untuk menghormati hasil pemilihan umum pada November 2020 serta membebaskan para tahanan politik, termasuk Suu Kyi.

Pada Sabtu (19/6), kementerian luar negeri Myanmar merilis pernyataan yang menolak resolusi PBB itu.

Pihak militer Myanmar menganggap bahwa resolusi PBB itu dibuat "berdasarkan tuduhan sepihak dan asumsi yang salah".

Menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan sedikitnya 873 pengunjuk rasa sejak kudeta pada 1 Februari. Namun, pihak junta membantah angka itu.

Sumber: Reuters

Baca juga: Malaysia sambut resolusi PBB tentang Myanmar
Baca juga: Sekjen PBB desak Majelis Umum menindak Myanmar

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021