Surabaya (ANTARA News) - Pakar teknik kelautan Surabaya Prof Ir Mukhtasor M.Eng PhD menilai lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo yang kini dialirkan ke sungai telah merusak pesisir dan laut.

"Kerusakan pesisir dan laut selama lima bulan pertama semburan (29 Mei 2006-31 Oktober 2006) menyebabkan kerugian Rp2 triliun," kata guru besar ke-96 ITS Surabaya di kampus setempat, Selasa.

Menjelang pengukuhan dirinya pada 12 Oktober mendatang, guru besar pencemaran laut itu menyatakan kerugian selama lima bulan pertama itu mencapai Rp5 triliun dengan Rp2 triliun di antaranya merupakan kerugian kerusakan pesisir dan laut.

"Tentunya, nilai kerugian itu lebih besar lagi setelah empat tahun berlalu dan kerusakan pesisir dan laut pun lebih dahsyat lagi, karena lumpur dialirkan ke Laut Jawa melalui Sungai Porong," katanya.

Anggota Dewan Energi Nasional itu mengatakan kerusakan pesisir dan laut dapat dikatakan lebih dahsyat karena lumpur yang berada di laut akan menghalangi sinar matahari masuk ke dasar laut.

"Dengan berkurangnya sinar matahari sampai ke dasar laut, maka kehidupan plankton pun terganggu, sehingga kehidupan di dasar laut pun akan rusak," kata dosen Teknik Kelautan FTK ITS Surabaya itu.

Menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan sebenarnya mencanangkan Indonesia menjadi negara produsen perikanan terbesar di dunia pada 2015.

"Pencanangan itu akan sulit atau bahkan mustahil tercapai bila pencemaran laut tidak terkendali, apalagi Uni Eropa sudah pernah menolak perikanan kita pada tahun 2006-2007 karena mercury (Hg), cadmium (Cd), dan timbal (Pb)," katanya.

Ia menegaskan bahwa pengelolaan pencemaran atau lingkungan seringkali dianggap sebagai pemborosan, padahal kerugian sosial sebagai dampak kerusakan lingkungan akan lebih besar.

"Buktinya adalah catatan Bank Dunia terhadap pertumbuhan ekonomi di China yang mencapai 9 persen, namun bila dihitung dengan masyarakat yang sakit dan miskin akibat kerusakan lingkungan yang mencapai 5,78 persen, maka pertumbuhan tinggal 3 persen," katanya.

Ia menambahkan hal penting terkait pencemaran laut di Indonesia saat ini adalah tumpahan minyak di Laut Timor pada Agustus 2009 yang menumpahkan 500.000 liter minyak mentah perhari.

"Minyak tumpah di Mexico yang mencapai 5.000 barel saja menyebabkan kerugian Rp10 triliun, tentu kerugian kita lebih besar, tapi kita kesulitan mengajukan klaim, karena kita belum mempunyai kelembagaan yang serius. Kasus lumpur Lapindo membuktikan kita masih berpikir politis, bukan berpikir dampak lingkungan," katanya. (ANT/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010