Bantul (ANTARA News) - Sebanyak 60 hektare tanaman cabai di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, rusak akibat diserang hama ulat "keket" dan jamur "patek" sehingga kalangan petani mengalami kerugian.

"Hujan yang disertai angin kencang menyebabkan penyebaran serangan ulat `keket` dan jamur `patek` semakin mengganas. Cabai yang terserang cepat membusuk sehingga menyebabkan produktivitas cabai di tingkat petani menurun rata-rata lima persen," kata Supardi (45) petani cabai di Dusun Ngepet, Desa Srigading, Sanden, Bantul, Kamis.

Menurut dia, cabai yang sudah membusuk akan merembet ke semua buah cabai sehingga petani setiap hari harus mengontrol kondisi tanaman.

"Cabai-cabai yang busuk harus dipetik agar tidak menular ke yang lain. Cuaca yang tidak menentu menyebabkan kualitas cabai merah besar yang ditanam pada musim ini tidak baik," katanya.

Hal itu, katanya, menyebabkan harga cabai anjlok. Harga di tingkat petani saat ini hanya Rp4.000 per kilogram, padahal sebelumnya bisa mencapai Rp5.000 per kg.

Petani cabai lainnya Salkiah mengatakan cabai yang busuk terpaksa dibuang dan sekarang ini usia cabai yang ditanam sudah 80 hari, sedangkan panen tinggal sepuluh hari lagi.

"Kalau tidak teliti, maka bisa tidak panen. Tanaman cabai saya terserang jamur `patek` yang penyebarannya sangat cepat. Cabai yang terserang jamur akan mengering dan busuk," katanya.

Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Peternakan Kabupaten Bantul Edy Suharyanta mengatakan penyebaran jamur yang cepat akibat turun hujan yang terus-menerus sehingga kelembaban udara tinggi. Kondisi itu menyebabkan buah yang terserang hama cepat menyebar.

"Sejumlah tanaman pertanian di Bantul seperti tembakau, kacang tanah, cabai, dan kedelai saat kini rusak," katanya.

Menurut dia, luas tanaman cabai di kabupaten Bantul mencapai 600 hektare, namun saat ini hanya tinggal 60 hektare.

"Sebenarnya kami berharap kondisi cabai yang dipanen sekarang ini kualitasnya bagus. Tetapi hujan yang terus-menerus tiap hari mengakibatkan buah cabai tidak bagus karena banyak yang busuk," katanya. (V001/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010