Lombok Tengah, NTB (ANTARA News) - Para demonstran dari Aliansi Rakyat Menolak Pilkada Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, di Gedung DPRD setempat, Kamis, bentrok dengan polisi.

Bentrokan tidak berlangsung lama karena kedua belah pihak dengan sadar saling menahan diri.

Bentrokan diawali dengan aksi saling dorong. Masa berusaha menembus blokade polisi namun tidak berhasil. Polisi sempat menembakkan air dari kendaraan yang disiagakan di lokasi, namun hanya beberapa saat.

Seorang anggota Polres Lombok Tengah, Bripka Salman menyikapi berlebihan aksi dorong-dorongan tersebut. Dia lantas memukul pengemudi mobil yang digunakan para pengunjukrasa berorasi di atasnya.

Anggota Polres Loteng asal Prako Kecamatan Janapria itu juga naik ke atas mobil dan langsung merusak sound system para pendemo. Aksi itu mengundang kamarahan masa.

Masa berusaha mengejar anggota Polres Lombok Tengah itu, namun Wakapolres Loteng Kompol HL Mahsun langsung mengamankan anggotanya ke dalam mobil.

Sementara itu, di tempat terpisah sejumlah perwakilan masa bertemu dengan pimpinan DPRD dan sejumlah anggota DPRD Lombok Tengah.

Dalam pertemuan tersebut masa menuntut DPRD tidak mengeluarkan rekomendasi ke Gubernur dan Kemendagri untuk melantik pasangan Maiq Meres menjadi bupati dan wakil bupati.

"PTUN Surabaya sudah menyatakan bahwa keputusan KPU Nomor 27 tahun 2010 yang membatalkan pasangan paket TGH Samsul Hadi-H Manan Hasbullah (Sama-Sama) cacat hukum dan diminta oleh PTUN untuk mencabutnya. Ini artinya bahwa proses pilkada dari awal sudah cacat hukum maka produk yang dihasilkan juga cacat hukum," kata Ir Yuli Harhari dari ALARM.

Dengan keputusan PTUN, KPU seyogyanya harus mentaati putusan tersebut. Namun Yuli heran kenapa KPU tidak mau mengindahkan keputusan tersebut. "Keputusan PTUN itu sudah berkekuatan hukum tetap sehingga wajib hukumnya bagi KPU untuk mentaatinya," katanya.

Menurut Butomi dari LSM Suaka Lombok Tengah, apapun yang dihasilkan oleh KPU cacat hukum. Karena itu, semua orang harus bertanggungjawab terhadap pilkada Lombok Tengah itu. "Kalau dewan membiarkan KPU melangar hukum maka dewan juga harus siap siap untuk menerima sanksi hukum," katanya.

Wakil Ketua DPRD Lombok Tengah L Sudihartawan mengaku heran dengan sikap KPU itu. "Kalau putusan TUN Surabaya saja tak dilaksanakan oleh KPU lalu siapa yang harus mengeksekusi putusan itu, atau siapa yang didengqar biar mau melaksanakan putusan itu," katanya.

(ANT-229/S023/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010