Bagi Presiden Yudhoyono, tampak yang dikedepankan adalah perimbangan dan loyalitas politik, sementara bagi publik kompetensilah yang diutamakan. Tapi, sudahlah, memilih menteri adalah hak prerogatif presiden, publik memang tetap bisa berharap secara
Begitu Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II diumumkan dan dilantik keesokan harinya, publik menunggu gebrakan apa yang akan dilakukan para menteri pada 100 hari pertama.

Para pengamat banyak memberikan komentar kritis atas pilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilai terlampau kompromistis dengan partai-partai politik penyokong. KIB II juga dinilai diisi oleh banyak menteri yang tidak berkompeten.

Bagi Presiden Yudhoyono, tampak yang dikedepankan adalah perimbangan dan loyalitas politik, sementara bagi publik kompetensilah yang diutamakan. Tapi, sudahlah, memilih menteri adalah hak prerogatif presiden, publik memang tetap bisa berharap secara kritis, mudah-mudahan KIB II akan lebih baik kinerjanya ketimbang sebelumnya.
   
Kritik terhadap Presiden Yudhoyono yang kurang berani mengambil personalia-personalia profesional, sebagian telah memperoleh jawaban. Presiden Yudhoyono sejak awal mengatakan hendak membentuk, apa yang diistilahkannya sebagai, kabinet kerja.

Seorang politisi pro-Yudhoyono, menjelaskan bahwa tidak banyak diangkatnya kalangan teknokrat di KIB II disebabkan adanya kegagalan kalangan teknokrat pada masa Orde Baru. Memilih teknokrat, bukan jaminan pemerintahan akan sukses menjalankan kebijakan-kebijakannya.
   
Saat mengumumkan KIB II, Presiden Yudhoyono juga telah mengisyaratkan bahwa tentu akan ada pro-kontra setelah kabinet diumumkan, dan itu biasa dalam demokrasi. Dan memang kritik bermunculan sejak proses penentuan kabinet yang terkesan demikian demonstratif itu.

Selain didominasi politisi partai, KIB II juga dikritik banyak personalia salah tempat. Proses pergantian calon menteri kesehatan dari Nila Juwita Anfasa Moeloek ke Endang Rahayu Sedyaningsih, juga memperoleh sorotan, yang intinya betapa kurang elegannya pergantian itu.

Tetapi, apa pun yang menjadi bahan kritikan, semua itu mencerminkan gaya kepemimpinan Presiden Yudhoyono. Ia telah menunjukkan suatu seni memilih menteri kabinet. Dan kini, bersama dengan Boediono, seorang ekonom yang irit bicara, sebagai wakil presiden, Presiden Yudhoyono mengomandoi KIB II, dan publik akan melihat apa saja yang akan dihadirkannya, setidaknya dalam 100 hari pertama.

Kesan Pertama

Menilai kinerja pemerintahan hanya dalam jangka 100 hari, memang terlampau singkat. Tetapi, 100 hari sudah menjadi semacam patokan untuk menilai kinerja atau performa pemerintahan, setidaknya ia akan memunculkan efek kesan pertama setelah penunjukan menteri-menteri.

Di berbagai media massa, kepada para menteri ditanyakan apa program jangka pendeknya, terutama 100 hari pertama itu. Dan, dalam konteks ini, menteri-menteri itu banyak menyebut kata “akan” –hal ini wajar saja mengingat yang ditanyakan adalah bayangan dan rencana.

Sementara kelak kalau sudah 100 hari, maka kalimat yang banyak terucap adalah “yang sudah dilakukan”. Dan publik, hanya akan menilainya, biasanya sepintas lalu saja –kecuali para pengamat yang pekerjaannya memang mengamati dan berkomentar.

Diperkirakan KIB II lebih banyak bertumpu pada aspek kontinuitas, ketimbang perubahan. Dari komposisi personalia kementerian koordinator perekonomian, dengan masih berkiprahnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, maka gambarannya sudah terbaca atas kinerjanya pada saat berkiprah di KIB I. Demikian pula di wilayah Menko Kesra dan Menko Polkam.

Dan kali ini, sebagaimana awal KIB I dulu, wajar apabila publik bertanya dengan agak ragu, apakah menteri-menteri praktisi partai politik mampu bekerja secara meyakinkan dan sepenuh kompetensi?

Yang optimis-kritis, yakin dalam 100 hari kabinet bisa efektif bekerja, namun mereka yakin akan lebih optimal lagi manakala pilihan-pilihan personalianya tepat. Yang pesimis, berpendapat KIB II tidak sebaik KIB I, mengingat tidak yakin akan dapat bekerja maksimal –KIB II adalah kabinet minimalis.

Tetapi, bagaimana pun mari kita kasih kesempatan kepada mereka yang diberi kesempatan menjadi menteri, sehingga kelak setelah 100 hari, kita akan berikan penilaian, apakah performa KIB II maksimalis atau minimalis, atraktif atau membosankan. Akhirnya, kita ucapkan selamat bekerja para menteri KIB II.  (***)

Alfan Alfian, Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta

Oleh Alfan Alfian
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009