Jakarta (ANTARA News) - Komunitas wartawan peliput olahraga nasional, Kamis sore, menggelar demo di depan kantor PSSI, Jakarta, soal Electronik City (EC) yang terlalu kaku dalam menerjemahkan klausul kontrak dengan FIFA tentang publikasi (hak siar) Piala Dunia 2010.

Para jurnalis yang sehari-hari meliput kompetisi sepak bola nasional itu menilai EC--pemegang hak (right) Piala Dunia 2010 di Indonesia dan FIFA--terlalu kapitalis.

Wartawan senior, M. Nigara, yang hadir dalam aksi unjuk rasa tersebut meminta masyarakat Indonesia untuk bersama-sama melawan para kapitalis.

"Piala Dunia itu milik masyarakat dunia. Jadi, kalau tidak boleh menerjemahkan `World Cup` ke bahasa Indonesia menjadi Piala Dunia, lantas masa sih kita harus menuliskan Piala Depok," katanya.

Aksi demo para jurnalis ini terkait dengan adanya iklan EC di sebuah surat kabar nasional beberapa hari lalu.

Salah satu poin dalam iklan tersebut menjelaskan tidak boleh menggunakan "World Cup" maupun terjemahannya sebagai rubrikasi di media massa, kecuali di dalam tubuh berita.

Selain itu, juga tidak dibolehkan menggunakan logo maupun maskot Piala Dunia.

Jika poin-poin tersebut dilanggar, EC selalu pemegang hak Piala Dunia di Indonesia akan menuntut media massa dengan nilai miliaran rupiah.

Sementara itu, Alfon Suhadi, wartawan senior lainnya mengatakan EC merupakan pemain baru sebagai pemegang hak Piala Dunia. Akibatnya mereka menjadi takut sehingga berdampak pada pemberitaan media massa yang bukan media partner Piala Dunia.

"Saya kira FIFA selaku pemegang otoritas sepak bola dunia tidak bermaksud demikian. Mereka selalu respek terhadap rekan-rekan media selama itu tidak melanggar hal yang substansial," katanya.

Para jurnalis peliput sepak bola nasional itu meminta PWI, AJI, dan IJTI selaku induk organisasi wartawan cetak maupun televisi bisa menjadi jembatan media massa dengan pemerintah agar menghilangkan monopoli Piala Dunia.

"Kami memahami kontrak EC dengan FIFA, tetapi untuk penyebutan Piala Dunia saja tidak boleh, itu namanya monopoli," kata Nigara.

Jika EC dan FIFA tetap melarang penulisan mengenai hal-hal yang tidak substansial sebagai sebuah pelanggaran, para jurnalis olahraga meminta pemerintah dalam hal ini Menkominfo Tifatul Sembiring untuk melarang siaran sepak bola dunia di Indonesia.
(T009/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010