Pasadena, California (ANTARA News) - Para pakar aeronotika di Institut Teknologi Kalifornia biasanya menguji perbedaan aerodinamika pada mobil atau teleskop di lorong angin berteknologi tinggi.

Namun pada Rabu, mereka menguji objek yang lain dari biasanya, yaitu Jabulani, bola resmi Piala Dunia tahun ini yang kontroversial.

Riuh rendah kontroversi seputar Jabulani ini --baik di lapangan maupun di dunia maya-- memicu ilmuwan di institut peraih nobel tersebut untuk menguji perbedaan antara bola tradisional dan Jabulani.

Kedua bola dimasukkan ke dalam Lucas Wind Tunnel.

Angin berkekuatan 10 meter per detik ditiupkan ke dalam lorong, lebih lambat dibandingkan tendangan bola. Sebuah mesin asap digunakan untuk memvisualisasikan pergerakan udara di sekitar bola.

Bagaimana hasilnya? Seperti kebanyakan laga di Piala Dunia yang saat ini tengah digelar di Afrika Selatan, hasilnya seri.

Asisten profesor aeronotik Caltech Beverley McKeon mengatakan sulit untuk mengatakan bola mana yang lebih bagus.

Namun ia menegaskan bahwa permukaan Jabulani yang halus lebih sedikit menghasilkan tahanan sehingga pergerakannya lebih sulit diprediksi.

Jabulani yang diciptakan oleh produsen alat-alat olah raga Adidas dibuat tanpa kelim sehingga memiliki permukaan yang lebih halus. Sementara bola yang lama mempunyai alur yang lebih dalam di antara panel, sehingga menimbulkan pergerakan udara yang lebih bergolak.

"Ini sangat tidak masuk akal, namun semakin kasar bola, semakin bisa diprediksi lesatannya," kata McKeon seraya menambahkan bahwa bola yang lebih halus yang bergerak dengan kecepatan tinggi tidak akan bergerak lurus.

Keluhan Piala Dunia

Penemuan tersebut sejalan dengan keluhan yang disampaikan dalam Piala Dunia. Pemain, pelatih maupun para pendukung menuding Jabulani sebagai biang permainan buruk tim serta arah bola yang aneh.

Penyerang Spanyol Fernando Torres termasuk salah satu yang mengeluhkan kualitas bola setelah ia beberapa kali gagal membaca gerak bola dan melewatkan kesempatan untuk menjebol gawang, meski akhirnya timnya menang 2-0 melawan Honduras pada laga Grup H, Senin.

"Kami harus lebih lama berlatih menggunakan Jabulani karena kami sedikit kesulitan mengatasinya," kata Torres.

Namun, di tengah segala kontroversi dan hasil uji Caltech tersebut, Adidas tetap pada pendiriannya bahwa bola baru itu telah memenuhi atau melampaui standar FIFA, dan hasil tes Universitas Loughborough secara ilmiah membuktikan bahwa bola tersebut bergerak stabil dan memiliki ketepatan seperti laser.

McKeon merekomendasikan para pemain untuk meluangkan lebih banyak waktu untuk beradaptasi dengan Jabulani.

Layaknya ilmuwan lain, ia mengatakan bahwa uji lanjutan diperlukan untuk mempertimbangkan faktor lain seperti putaran dan peningkatan kecepatan.

Namun secara pribadi, ia memiliki pendapat sendiri mengenai kegagalan kiper Inggris Robert Green menangkap bola saat laga pembuka yang berakhir imbang 1-1 melawan Amerika Serikat."Tentu saja, saya menyalahkan bolanya," katanya. (S022/A008)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010